MAKALAH
PENDIDIKAN KEPRIBADIAN
Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Presentasi Pada Mata Kuliah Hadits
Dosen pengampu : Dra.Hj. Nurul
Maziyah, M.M.
Disusun Kelompok 4 :
1. Ahmad Baedlowi (211012)
2. Amalia khasanah (211O21)
3. Ahmad Zen (211018)
Instutut Islam Nahdlatul
Ulama (INISNU) Jepara
Fakultas Tarbiyah 2A
Jalan Taman
Siswa No. 09 Tahunan Jepara
Tahun Akademi
2011/2012
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tabaroka Wataala atas segala limpahan
rahmat, taufik, serta inayah-Nya sehingga makalah kami dapat diselesaikan tepat
waktu dengan hasil yang insyaAllah semaksimal mungkin.
Salawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan
kita nabi agung Muhammad SAW yang telah membawa ajaran kebenaran yang menerangi
hati kita dengan nur ilahi, dan kita mendapatkan safaatnya di yaumul kiyamah
kelak, amiin.
Kami mengangkat makalah ini dengan
judul “pendidikan kepribadian” dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas pada
mata kuliah hadits.
Kami mengucapakan banyak terima
kasih kepada dosen pengampu mata kuliah hadits beliau Ibu Dra.Hj. Nurul
Maziyah, M.M. yang telah membimbing kami agar selalu berada pada jalan yang
lurus. Terima kasih kami sampaikan pula kepada orang tua kami yang selalu memberi dukungan dan
doa demi kelancaran studi kami. Tidak lupa kami sampaikan terima kasih juga
kepada semua pihak yang telah bersusah payah bekerja sama dalam pembuatan
makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan lebih maksimal.
Kami menyadari bahwa di dunia ini
tidak ada yang sempurna termasuk makalah
kami ini, untuk itu kami membutuhkan segala kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak untuk kebaikan bersama yaitu kesempurnaan makalah
ini. Terima kasih.
Jepara, 01 April 2012
Penyusun
(Kelompok
4)
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN SAMPUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang…………………………………………………………. 1
B.
Rumusan Masalah……………………………………………………… 1
C.
Tujuan Masalah………………………………………………………… 1
BAB II
ANALISIS PENDIDIKAN KEPRIBADIAN
- Pengertian Kepribadian…………………………………………….. 2
- Ciri-ciri
Kepribadian yang teguh………………………………………. 2
- Metode meraih pribadi yang baik………………………………….. 4
D. Faktor Pembentuk Kepribadian……………………………………. 6
- Prinsip Kependirian yang Baik…………………………………….. 7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………. 9
B. Penutup……………………………………………………………... 9
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………….. 10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam merupakan agama yang santun karena dalam islam
sangat menjunjung tinggi pentingnya etika,
moral, dan akhlak mulia pada pribadi manusia. Kepribadian yang baik, dengan
segala macam bentuk dan warnanya, sangat kita perlukan di setiap tempat dan
waktu: dalam hubungan kita dengan Allah. Dengan hubungan kita kepada diri kita,
dan dalam hubungan kita dengan masyarakat. Kita semua mempunyai akhlak dan
perilaku yang baik di dalam hidup, dan memperoleh ganjaran yang baik di akhirat
kelak.
Adapun pertanyaan bagaimana kita menerapkan perangai
dan tingkah laku yang baik di dalam kehidupan kita, maka jawabanya adalah bahwa
yang menjadi landasan kita dalam hal ini adalah akal (hikmah), yaitu dengan
menggunakannya pada jalan yang benar; kemudian agama yaitu dengan berpegang
teguh kepada ajaran-ajarannya; dan juga akhlak dan kesopanan.
Imam Ali as berkata: “Akal adalah landasan yang
paling kuat. Imam Ali as juga berkata: “Akal adalah kebaikan setiap orang.”
Pada kesempatan lain, Imam Ali as juga berkata: “Agama dan kesopanan adalah
buah dari akal.”[1]
Pada makalah ini akan mengupas berbagai kumpulan
kaidah dan juga pandangan mengenai kepribadian seseorang yang bersumber dari
Al-Qur’an, Hadits, dan juga perkata para ulama modern.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
pengertian dari pendidikan kepribadian?
2. Bagaimana
cara yang benar dalam membentuk kepribadian seorang muslim?
3. Mengapa
warga muslim mesti memiliki kepribadian yang teguh?
4. Faktor
apa saja yang mampu merangsang kepribadian seseorang?
C.
Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui pengertian dari pendidikan kepribadian.
2. Untuk
mengetahui cara yang benar dalam membentuk kepribadian seorang muslim.
3. Untuk
mengetahui alasan Mengapa warga muslim mesti memiliki kepribadian yang teguh.
4. Untuk
mengetahui Faktor yang mampu merangsang kepribadian seseorang.
BAB II
ANALISIS
PENDIDIKAN
KEPRIBADIAN
A.
Pengertian Kepribadian
Kepribadian
berasal dari kata personality (bahasa Inggris) yang berasal dari kata persona
(bahasa Latin) yang berarti kedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering
dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku,
watak, atau pribadi seseorang. Hal itu dilakukan karena terdapat ciri-ciri yang
khas yang hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian
yang baik, ataupun yang kurang baik.[2]
Begitu juga dengan orang Arab menyebut kepribadian
dengan istilah "شَخْسِيَّةٌ"
dari kata "شَخْسٌ" yang berarti orang
seorang. Maka dari pengertian kedua istilah tersebut belum bisa menjawab apa
itu kepribadian karena masih bersifat umum dan kabur. Tetapi dalam bahasa
Indonesia ada istilah yang cukup menjawab, walau belum cukup gambling, yaitu
istilah jati diri yang berarti keadaan diri (sendiri) yang sebenarnya (sejati).
Di sana kita dapati pengertian kepribadian
adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang
yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya
keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir. Kepribadian
seseorang akan berpengaruh terhadap akhlak, moral, budi pekerti, dan etika
orang tersebut ketika berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain dalam
kehidupan sehari-hari di manapun ia berada. Artinya, etika, moral, norma, dan
nilai yang dimiliki akan menjadi landasan perilaku seseorang sehingga tampak
dan membentuk menjadi budi pekertinya sebagai wujud kepribadian orang itu.[3]
B.
Ciri-ciri
Kepribadian yang teguh
Al-Faqih Abu Laits berkata: “Tanda pibadi yang teguh
adalah bila ia memelihara 10 hal, dengan mewajibkannya atas dirinya;
Pertama, memelihara
lidah dari menggunjing orang lain, karena firman Allah SWT:
وَلاَ يَغْضَبْ
بَعْضُكُمْ بَعْضًا
“Dan
janganlah sebagian kamu menggunjing orang lain.”
Kedua, menjauhi buruk sangka, karena Nabi SAW bersabda:
إِيَّا كُمْ وَسُوْءَ الظَّنِّ فَإِنَّهُ إَكْذَ بَ
الْحَدِيْثِ
“Hindarilah
olehmu berburuk sangka, karena berburuk sangka adalah ucapan yang paling
dusta.”
Ketiga, menjauhkan diri dari memperolok-olokkan orang lain,
karena firman Allah SWT:
لاَ يَسَْخَرْ قَوْهٌ مِنْ قَوْمٍ عَسى إَنْ
يَكُوْنُوْا خَيْرًا مِنْهُمْ
“Janganlah suatu kaum
memperolok-olokkan kaum lain, (karena) boleh jadi mereka (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang memperolok-olokkan).”
Keempat, menahan pandangan dari hal-hal yang diharamkan,
karena firman Allah SWT:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ إَبْصَارِهِمْ
“Katakanlah kepada orang
laki-laki yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya.”
Kelima, kejujuran lidah, karena firman Allah SWT:
وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِ لُوْا
“Dan apabila kamu berkata, maka
hendaklah kamu berlaku adil.”
Keenam, menafkahkan harta pada jalan Allah, karena firman
Allah SWT:
إَنْفِقُوْا
مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ
“Nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.”
Ketujuh,jangan boros, karena firman Allah SWT:
وَلاَ ُتَبَذِّ رْ تَبْذِ يْراً
”Dan janganlah kamu hambur-hamburkan
hartamu secara boros.”
Kedelapan, janganlah ingin diunggul-unggulkan maupun dibesarkan
dirinya, karena firman Allah SWT:
تِلْكَ الدَّ رُ اْلاَ خِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِيْنَ
يُرِيْدُ وْنَ عُلُوًّا فِي اْلاَ رْضِ وَلاَ فَسَا دًا وَالْعَاقِبَةُ
لِلْمُتَّقِيْنَ
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan
untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang-orang yang
bertakwa.”
Kesembilan,
memelihara shalat lima waktu, karena firman Allah SWT:
حاَ فِضُوْا عَلَى
الصَّلَوتِ وَالصَّلوةِ الْوُسْطَى وَقُوْمُوْا لِلّهِ قَانِتِيْنَ
“Peliharalah semua shalat (mu),
dan peliharalah shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan
khusyu’.”
Kesepuluh, teguh hati dalam menganut Aswaja, karena firman Allah
SWT:
وَإَِنَّ هذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا
السُّبُِلُ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ
“Dan bahwa (yang Kami
perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan yang itu
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.”[4]
C. Metode meraih pribadi yang baik
1.
Mementingkan pendidikan
rohani
Allah SWT telah menciptakan malaikat
sebagai makhluk yang hanya berdimensikan rohani, dan binatang sebagai makhluk
yang hanya berdimensikan materi. Akan tetapi, Allai SWT menciptakan manusia
sebagai makhluk yang berdimensikan rohani dan materi.
Malaikat
adalah makhluk yang tidak mungkin berbuat maksiat kepada Allah SWT dan
senantiasa melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya. Adapun binatang adalah
makhluk yang berwatakan materi, walaupun dia mempunyai roh yang merupakan
sumber hidup baginya dan juga rasa sampai tingkat tertentu. Sedangkan manusia,
Allah telah menciptakannya dengan susunan yang memungkinkannya menerima ujian
di alam dunia. Allah SWT telah menjadikannya dengan perpaduan antara sisi
rohani dan sisi materi.
Sebagaimana
dituntut menaruh perhatian terhadap sisi materinya, supaya ia dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnyah, ia juga dituntut menaruh perhatian
terhadap sisi rohaninya, supaya dari satu sisi tercipta Keseimbangan, tidak
terlalu condong kepada sisi materi, dan dari sisi lain supaya ia mempunyai
hubungan dengan Allah SWT dan berpegang teguh kepada ajaran-ajaran-Nya.
Sisi
rohani mempunyai peranan penting di dalam pendidikan jiwa. Oleh karena itu,
kita mendapati bahwa orang yang mempunyai hubungan yang dekat dengan Allah SWT
jarang tertimpa kelainan jiwa. Sedangkan orang mempunyai hubungan yang lemah
dengan-Nya, atau yang sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan-Nya, seperti
orang ateis, banyak yang tertimpa kelainan jiwa dengan berbagai akibat yang
menyertainya. Bahkan lebih jauh lagi, sisi rohani akan memantulkan
pengaruh-pengaruhnya pada raga manusia, dan menjadikannya orang yang sehat,
bersemangat, dan aktif.
2.
Menghitung diri dan mengawasi
segala perbuatan
Rasulullah
Saw bersabda: "bukan dari kalangan kami orang yang tidak menghitung
dirinya setiap hari dan malam." Sebagai manusia kita sangat mungkin
berbuat dosa dan kekhilafan di dalam hidup ini, dengan senantiasa mengawasi
Perbuatan kita dan menghitung diri kita, kita dapat menyucikan diri terus
melangkah maju, menjauhi segala sesuatu yang tidak layak, menjadi orang-orang
yang mempunyai jiwa bersih, takwa, dan diridai oleih Allah SWT.
3.
Melakukan introspeksi
Introspeksi
adalah salah satu bentuk perhitungan diri, dan merupakan alat terpenting bagi
manusia dalam memperbaiki kesalahan-kesalahannya. Bila orang tidak mempunyai
penasihat dari dalam dirinya, maka nasihat apapun tidak bermanfaat baginya.
Bila orang tidak mau menerima kritikan dari nuraninya sendiri, maka ia akan
dapat menerimanya dari orang lain. Dialah yang lebih mengenal dirinya, jauh
melebihi siapapun.
Di
dalam hadis-hadis Rasulullah saw terdapat kandungan berikut,"Barang siapa
tidak mempunyai penasihat dari dalam dirinya maka tidak akan bermanfaat baginya
semua nasihat."
4.
Menerima kritikan orang
lain
Di
samping melakukan introspeksi ,
seseorang juga harus mau menerima kritikan yang dilontarkan orang lain. Orang
yang mau menerima kritikan orang lain adalah orang yang memiliki jiwa positif
dan konstruktif. Mau menerima kritikan orang lain adalah pertanda kelapangan
dada, kesabaran, kemampuan mengendalikan diri, ke dalam akal dan hikmah.
Dari sisi kritik manusia terbagi menjadi dua kelompok:
1.
Orang yang mau
menerima kritik
2.
Orang yang lari
dan tidak mau menerima kritik.
Seorang selayaknya mendidik dirinya untuk dapat
menerima kritikan objektif dari orang lain. Karena pada yang demikian itu
terdapat kebesaran jiwa, kelapangan dada, perbaikan terhadap perbuatan dan
tingkah laku, dan kemajuan di medan amal.
Sebaliknya , jika anda hendak mengkritik orang lain,
kritiklah dengan kritikan yang konstruktif, tidak menyakiti, tidak berlebihan,
dan tidak didasari oleh hawa nafsu. Janganlah kritikan yang anda lontarkan
menyimpang ataupun melebar dari pokok persoalan yang sesungguhnya. Susun dan
tujukan kritik anda pada sisi yang jelas.
5.
Jangan
merasa puas dengan diri pribadi
Yang
dimaksud dengan tidak puas di sini bukanlah seseorang harus hidup dalam keadaan
gelisah dan tidak tenang, melainkan jangan menjadikan kepuasan sebagai jalan
menuju kelalaian, penyimpangan, dan surut dari kebenaran, dan amal kebajikan.
Merasa
puas dengan diri sendiri bisa membangkitkan rasa ego dan kecintaan terhadap
diri yang berlebihan, yang pada akhirnya menyebabkan ketidakridaan manusia dan
Allah SWT.
Imam Ali as berkata: “Orang yang merasa
puas dengan dirinya [menyebabkan] banyak orang marah dan tidak puas
terhadapnya.[5]
D.
Faktor
Pembentuk Kepribadian
Ada tiga faktor pembentuk kepribadian.
Ali ra pernah berkata:
كُنْ عِنْدَ اللهِ خَيْرَ النَّاسِ
وَكُنْ عِنْدَ النَّفْسِ شَرَّ النَّاسِ وَكُنْ عِنْدَ النَّاسِ رَجُلاً مِنَ
النَّاسِ
1.
Jadilah manusia paling baik di
sisi Allah.
2.
Jadilah manusia paling buruk
dalam pandanganmu
3.
Jadilah manusia biasa di hadapan orang lain.
Syah
Abdul Qadir Al-Jailani berkata: “Bila engkau bertemu dengan seorang, hendaknya
engkau memandang dia itu lebih utama dari pada dirimu dan katakan dalam hatimu:
Bolehk jadi dia lebih baik dari sisi Allah daripada diriku ini dan lebih tinggi
derajatnya.”
Jika
dia orang yang lebih kecil dan lebih muda umurnya dari pada kamu, maka
katakanlah dalam hatimu: Boleh jadi orang kecil ini tidak banyak berbuat dosa,
maka tidak diragukan lagi kalau derajat dirinya jauh lebih baik dariku.
Bila
dia orang yang lebih tua, maka hendaknya engkau mengatakan dalam hati: Orang
ini telah lebih dahulu beribadah kepada Allah daripada diriku.
Jika
dia orang yang 'Alim, maka katakanlah dalam hatimu: Orang ini telah diberi oleh
Allah sesuatu yang tidak bisa aku raih, telah mendapatkan apa yang tidak bisa
aku dapatkan, telah mengetahui apa yang tidak aku ketahui, dan telah
mengamalkan ilmunya.
Bila dia orang bodoh, maka katakan dalam hatimup:
Orang ini durhaka kepada Allah karena kebodohannya, sedangkan aku durhaka
kepada-Nya,padahal aku mengetahuinya. Aku tidak tahu dengan apa umurku akan
Allah akhiri atau dengan apa umur orang bodoh itu akan Allah akhiri (apakah
dengan khusnul khatimah atau dengan su'ul khatimah).
Bila dia orang kafir, maka katakan
dalam hatimu: Aku tidak tahu bisa jadi dia akan masuk islam, lalu menyudahi
seluruh amalannya dengan amal salih, dan bisa jadi aku terjerumus menjadi
kafir, lalu menyudahi seluruh amalanku dengan amal yang buruk."
Dalam pandangan islam semua manusia
itu sama, tidak dibeda-bedakan karena status sosial, harta, tahta, keturunan,
atau latar belakang pendidikannya. Manusia yang paling mulia derajatnya di sisi
Allah adalah yang paling tinggi kadar ketakwaannya di antara mereka.
Menurut Moh. Roqib dan Nurfuadi,
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang dapat dikelompokkan
dalam dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal:
2.
Faktor internal adalah faktor
yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor internal ini biasanya
merupakan faktor genetis atau bawaan. Faktor genetis maksudnya adalah faktor
yang berupa bawaan sejak lahir dan merupakan pengaruh keturunan.
3.
Faktor eksternal adalah faktor
yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor eksternal ini biasanya merupakan
pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang misalnya keluarga, teman, atau
pergaulan.
Untuk menjadi muslim yang berkepribadian utuh,
dituntut kemampuan diri untuk menjadikan iman atau agama sebagai faktor
terpenting pada dirinya, sehingga (dengannya) dapat menghindarkan diri dari
berbagai tantangan, gangguan, dan ancaman serta cobaan hidup dan kehidupan.
Untuk itu diperlukan latihan dan pendidikan yang terus menerus serta pembinaan
yang berkepanjangan.[6]
E. Prinsip Kependirian yang Baik
Hadits Hudzaifah Ibnu Yaman riwayat at-Turmudzy,
tentang perlunya prinsip kepribadian dalam kehidupan
عَنْ خُذْيْفَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م لاَ تَكُوْنُوْا اِمَّعَةً تَقُوْلُوْنَ إِنْ اَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا وَاِنْ ظَلَمُوْا ظَلَمْنَا وَلَكِنْ وَطِّنُوْا اَنْفُسَكُمْ إِنْ اَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوْا وَاِنْ اَسَاَءُوْا فَلاَ تُظْلِمُوْا (روه الترمدى)
Hudzaifah berkata, bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda: “Janganlah kalian menjadi tidak berpendirian, kalian berkata, “Jika manusia berbuat baik, kamipun berbuat baik, dan jika manusia berbuat dholim, kamipun berbuat dholim; akan tetapi tetaplah pada pendirian kalian. Jika orang-orang berbuat kebaikan, berbuat baiklah kalian, dan jika orang-orang berbuat kejahatan, janganlah kalian berbuat kejahatan”. (H.R. Turmudzi)[7]
Ada 2
hal yang perlu digaris bawahi dalam hadits tersebut, yaitu:
- Larangan
bagi umat Islam untuk ikut-ikutan, artinya manusia muslim dilarang
bersifat seperti bunglon yang pandai berubah warna dalam setiap situasi.
- Perintah
Nabi kepada umat Islam agar mempunyai pendirian (prinsip). Pendirian yang
dimaksud adalah pendirian yang dibangun atas dasar tauhid, yang pada
gilirannya akan menciptakan manusia yang berpribadi, tidak mudah goyah dan
tidak mudah pula terpengaruh.
Pada hadits lain disebutkan bahwa manusia yang tidak
mempunyai pendirian diibaratkan seonggok buih di tengah lautan, yang akan
bergerak searah gerakan angin yang menghempasnya. Sifat inilah yang menyebabkan
kehancuran umat Islam.
Meskipun demikian, Islam tidak mengajarkan kepada
umatnya bukan untuk melahirkan sifat kekakuan, sebaliknya keluwesan dalam
menghadapi persoalan bukanlah menjadi indikasi lemahnya prinsip Islam yang
dimiliki.
Betapa pentingnya istiqomah dalam kehidupan karena dapat menuntun kita ke jalan yang benar dan diridhai Allah SWT. Berpendirian atau istiqomah berarti teguh atas jalan yang lurus, berpegang pada akidah Islam dan melaksanakan syariat dengan teguh, tidak berubah dan berpaling walau dalam keadaan apapun.[8]
Betapa pentingnya istiqomah dalam kehidupan karena dapat menuntun kita ke jalan yang benar dan diridhai Allah SWT. Berpendirian atau istiqomah berarti teguh atas jalan yang lurus, berpegang pada akidah Islam dan melaksanakan syariat dengan teguh, tidak berubah dan berpaling walau dalam keadaan apapun.[8]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
ü kepribadian adalah ciri
atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber
dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada
masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir.
ü Ciri-ciri Kepribadian yang teguh yaitu memelihara
lidah dari menggunjing orang lain, menjauhi buruk sangka, menjauhkan diri dari
memperolok-olokkan orang lain, menahan pandangan dari hal-hal yang diharamkan,
kejujuran lidah, menafkahkan harta pada jalan Allah, jangan boros, janganlah
ingin diunggul-unggulkan maupun dibesarkan dirinya, memelihara shalat lima
waktu, teguh hati dalam menganut aswaja.
ü
Metode meraih pribadi yang baik yaitu Pentingkan pendidikan rohani,
Hitung diri dan awasi perbuatan anda, lakukan introspeksi, terimalah kritikan orang
lain, jangan merasa puas dengan diri anda.
ü Menurut Imam Ali as
Faktor pembentuk kepribadian ada tiga yaitu Jadilah
manusia paling baik di sisi Allah,Jadilah manusia paling buruk dalam
pandanganmu, Jadilah manusia biasa di
hadapan orang lain.
ü Manusia yang tidak mempunyai pendirian diibaratkan seonggok buih di
tengah lautan, yang akan bergerak searah gerakan angin yang menghempasnya.
Sifat inilah yang menyebabkan kehancuran umat Islam.
B. Penutup
Demikianlah yang dapat kami paparkan mengenai materi
yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan
dan kelemahannya karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan jujul makalah ini.
Penulis banyak berharap pembaca yang budiman sudih
memberikan kritik dan saran yang membengun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi
penulis juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Musawi,Khalil. 2002. Bagaimana
Mengembangkan Kepribadian Anda. Jakarta: Lentera.
Daes,Ahmad . 1989.
Konsep Kepribadian Dalam Al-Quran dan Hadits. Jakarta: t.p.
Mustofa,Ahmad. 1991. Mizah Al-Hikmah. Malang:
Sentosa.
Roqib, Mohammad dan Nurfuadi. 2009. Kepribadian
Guru. Purwokerto:
STAIN Purwokerto Press.
Sitanggal,
Anshory Umar. 1991. Terjemah Durratun
Nashihin. Semarang: CV Asy Syifa’.
Sujanto,Agus. 2006.
Psikologi Kepribadian. Semarang: Bumi Akasara.
Tirmidzi.
2005. Sunan Tirmidzi. Kairo: Daarul Hadits
Zuhri, Mohammad dkk. 1992. Tarjamah Sunan
At-Tirmidzi. Semarang: CV. Asy-Syifa’.
[1] Ahmad Mustofa,
Mizah Al-Hikmah, (Malang: Sentosa, 1991), hlm. 406.
[4] Anshory Umar Sitanggal, Terjemah Durratun Nashihin, (Semarang : CV Asy Syifa’, 1991), hlm.294-296.
[5] Khalil Al-Musawi, Bagaimana Mengembangkan
Kepribadian Anda, (Jakarta: Lentera, 2002), hlm. 64-68.
[8] Moh. Zuhri Dipl, TAFL
dkk, Tarjamah Sunan At-Tirmidzi, (Semarang: CV Asy-Syifa’, 1992), hlm. 210.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar