KETUHANAN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Makalah Dan Presentasi Pada Mata Kuliah Ilmu Tafsir
Dosen pengampu : Mayadina Rahmi Musfiroh,
SHI., MA.
Disusun Kelompok 1 :
1. Ahmad Baedlowi (211012)
2. Ahmad Arif (211011)
3. Ahmad Ansoruddin (211010)
Instutut Islam
Nahdlatul Ulama (INISNU) Jepara
Fakultas Tarbiyah 2A
Jalan Taman Siswa No. 09 Tahunan Jepara
Tahun Akademi 2012
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tabaroka Wataala atas segala
limpahan rahmat, taufik, serta inayah-Nya sehingga makalah kami dapat
diselesaikan tepat waktu dengan hasil yang insyaAllah semaksimal mungkin.
Salawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada
junjungan kita nabi agung Muhammad SAW yang telah membawa ajaran kebenaran yang
menerangi hati kita dengan nur ilahi, dan kita mendapatkan safaatnya di yaumul
kuyamah kelak, amiin.
Kami mengangkat makalah ini dengan
judul “Ketuhanan” dalam rangka menyelesaikan tugas pada mata kuliah ilmu
tafsir.
Kami mengucapakan banyak terima
kasih kepada dosen pengampu mata kuliah ilmu tafsir beliau ibu Mayadina Rahmi
Musfiroh, SHI., MA. yang telah membimbing kami agar selalu berada pada jalan
yang lurus. Terima kasih kami sapaikan pula kepada orang tua kami yang selalu
memberi dukungan dan doa demi kelancaran studi kami. Tidak lupa kami sampaikan
terima kasih juga kepada semua pihak yang telah bersusah payah bekerja sama
dalam pembuatan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan lebih
maksimal.
Kami menyadari bahwa di dunia ini
tidak ada yang sempurna termasuk makalah
kami ini, untuk itu kami membutuhkan segala kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak untuk kebaikan bersama yaitu kesempurnaan makalah
ini. Terima kasih.
Jepara, 21 Maret 2012
Penyusun
(Kelompok
2)
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang............................................................................................ 1
- Rumusan
Masalah....................................................................................... 2
- Tujuan
Masalah........................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
- Al-Qur’an Surah
Al-Ikhlas Ayat 1-4
- Lafad
Ayat...................................................................................... 3
- Arti
Mufrodat.................................................................................. 3
- Terjemah
Ayat................................................................................. 3
- Asbabun
Nuyul................................................................................ 3
- Tafsir dan
Penjelasan...................................................................... 4
- Isi Kandungan Surat Al-Ikhlas Ayat 1-4
- Kedudukan
Tauhid dalam Islam..................................................... 6
- Menyebutkan Beberapa Argumentasi Tentang
Eksistensi Tuhan... 7
- Fungsi Tauhid Dan Bahaya Syirik
Dalam Kehidupan Manusia...... 9
- Sikap Robbaniyah (Ketuhanan) Dalam
Kehidupan Sehari-Hari...... 14
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan....................................................................................................... 16
B. Penutup......................................................................................................... 16
DAFATAR PUSTAKA........................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kecintaan kepada Allah, ikhlas
beramal hanya karena Allah, serta mengabdikan diri dan tawakkal sepenuhnya
kepada-Nya, merupakan nilai keutamaan yang perlu diperhatikan dan diutamakan
dalam menyempurnakan cabang-cabang keimanan seseorang terhadap Tuhan.
Sesungguhnya amalan lahiriah
berupa ibadah mahdhah dan muamalah tidak akan tercapai kesempurnaan kecuali,
jika didasari dan dirimu dengan
nilai-nilai tersebut senantiasa mengalir dalam hati dan tertuang dalam setiap
gerak serta perilaku keseharian.
Sejak dalam alam
penciptaannya, seorang manusia (sesungguhnya) telah memiliki rasa ingin tahu
terhadap apa dan mengapa telah tercipta segala yang ada di depannya. Dalam naluri mereka mulai
bertanya “ dari mana semua ini berasal dan akan kemana itu berakhir?
Pertanyaan itulah yang kemudian tercatat dalam al-Quran, yang pada akhirnya
membawa Nabi Ibrahim as. ke jalan untuk menemukan Rabbnya. Ayat tersebut ialah
surat al-An’am ayat 76-80 yang artinya :
“Ketika malam telah gelap,
dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, ‘inilah Tuhanku’, tetapi tatkala
bintang itu tenggelam dia berkata, ‘Saya tidak suka kepada yang tenggelam’,.
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata, ‘Inilah Tuanku’. Tetapi
setelah bulan itu terbenam, dia berkata, ‘sesungguhnya jika Tuhanku tidak
memberi petunjuk kepadaku, pastilah akulah termasuk orang yang sesat’. Kemudian
tatkala dia melihat matahari, Dia berkata, ‘Inilah Tuhanku’ inilah yang lebih
besar’. Maka tatkala matahari terbenam, Dia berkata, ‘Hai kaumku, sesungguhnya
aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku
menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan
cendrung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan’. Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata ‘apakah kamu
hendak membantah tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah member
petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari)
sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali dikala Tuhanku
menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala
sesuatu. Maka, apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (dari padanya)?
Ayat di atas menjadi sebuah
bukti bahwasanya Tauhid merupakan sebuah misi risalah yang hendak dicapai oleh
Nabi Ibrahim as sehingga pada akhirnya dia beriman kepada Allah yang Esa, dan
meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain-Nya. Misi risalah itulah yang juga
diemban oleh Nabi Muhammad saw dan juga para Nabi lainnya. Sebagaimana firman
Allah dalam al-Quran dalam surat al-Anbiya ayat 25 yang artinya: “Dan
tidaklah Kami mengutus seorang Rasul pun sebelum engkau (Muhammad) melainkan
kami wahyukan kepadanya ‘Bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku,
Maka sembahlah Aku”.
Betapa pentingnya Tauhid bagi
kehidupan manusia, sehingga ditempatkan pada bagian yang pertama dan utama oleh
semua agama khususnya agama samawi. oleh karenanya, sangat penting sekali untuk
diketahui tentang “apa sebenarnya Fungsi atau manfaat ilmu Tauhid bagi
kehidupan manusia?” sehingga dijadikan sebuah tujuan utama dari diutusnya para
nabi dan Rasul.[1]
Dalam makalah ini, penulis
akan membahas secara singkat tentang prinsip tauhid tersebut dalam kehidupan
umat manusia dengan mengacu pada salah satu wahyu Allah yaitu Al-Quran surah
Al-Ikhlas ayat 1-4 dan surah Al-Misa’ ayat 48, dengan harapan bisa bermanfaat
khususnya bagi penulis sendiri dan juga bagi pembaca makalah ini.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah tauhid
itu dan bagaimana kedudukanya dalam ajaran Islam ?
2.
Apakah fungsi
tauhid dan dampaknya ?
3.
Bagaimana
perilaku manusia jika mengetahui tauhid secara benar?
C. Tujuan
Masalah
1.
Untuk
mengetahui Apakah tauhid itu dan bagaimana kedudukanya dalam ajaran Islam.
2.
Untuk
mengetahui Apakah fungsi tauhid dan dampaknya.
3.
Untuk
mengetahui Bagaimana perilaku manusia jika mengetahui tauhid secara benar?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Al-Qur’an Surah Al-Ikhlas Ayat 1-4
- Lafad
Ayat
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
(١)اللَّهُ الصَّمَدُ (٢)لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (٣)وَلَمْ يَكُنْ لَهُ
كُفُوًا أَحَدٌ (٤)
- Arti Mufrodat
Katakanlah قُلْ =
Maha Esa
= أَحَدٌ
bergantung kepada-Nya segala sesuatuالصَّمَدُ =
tiada beranak = لَمْ يَلِدْ
tidak pula diperanakkan = لَمْ يُولَدْ
setara = كُفُوًا
- Terjemahan
Ayat
1.
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah
adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia
tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.
4. dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.
- Asbabun Nuzul
Ath Thabrani dan Ibnu Jarir menceritakan hadist serupa dari
Jabir dari Abdullah. Kita bisa mengambil kesimpulan dari periwayatan ini, bahwa
surat
Al-Ikhlash adalah makiyyah.
Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas : Orang Yahudi yang terdiri
antara lain, Ka’ab bin Asraf dan Huyayyin bin Athhab, datang kepada Nabi SAW,
seraya berkata: Hai Muhammad, berikan penjelasan tentang hakikat Tuhanmu yang
telah mengutusmu ! Atas pertanyaan itu, turunlah surat Al-Ikhlash.
Ibnu Jarir dari Qtadah dan Ibnu Mundzir dari Said bin
Jubair, menceritakan hadist yang serupa.
Bila
kita melihat hadist ini, maka surat
Al-Ikhlash masuk madaniyyah.
Ibnu Jarir dari Abi Aliya berkata : Berkata Qtadah,
sekelompok (kafir) minta kepada Nabi SAW agar memberi nisbat atas Tuhan Allah,
Tuhannya Muhammad.
Kemudian Jibril menyampaikan surat Al-Ikhlash, dimaksudkan orang kafir
atau Musyrik adalah Musyrik yang dalam hadist Ubayyi. Apabila meninjau hadist
ini, maka surat Al-Ikhlash masuka dalam lingkup surat madaniyyah. Hal ini
sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Bila kita tarik
pengertian earah ini, aka hilanglah pertentangan di antara dua sebab turun ayat
pada surat
Al-Ikhlash ini.
Namun Abu Syeh, meriwayatkan hadist dalam kitab Udzmah dari
Anas berkata : Orang Yhudi Haibar datang kepada Nab SAW dan bertanya: Hai
bapaknya Qasim, Allah menciptakan Malaikat dari nur yangg tertutup, menciptakan
Adam dari tanah liat yang lekat, menciptakan Iblis dari nyala api, menciptakan
langit dari asap dan mencitakan bumi dari busa air. Sekarang cobalah ceritakan
tentang hakikat Tuhan ! Nabi diam tak menjawab. Sampai Jibril datang
menyampaikan wahyu berupa surat
Al-Ikhlash.[2]
- Tafsir dan Penjelasan
(Ayat
Pertama)
Ayat ini diawali oleh kata “Qul” yang berarti “katakanlah”,
hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW selalu menyampaikan segala sesuatu
yang diterimanya dari ayat-ayat Al-Quran yang disampaikan malaikat Jibril.
Beliau tidak mengubahnya walau hanya satu huruf. Secara tidak langsung ini
merupakan penolakan terhadap terhadap anggapan sebagian orang kafir yang
menuduh bahwa Al-Quran itu karangan Nabi Muhammad SAW, bukan firman Allah.
Kemudian kata “Qul” didampingi oleh kata “Huwa” yang
berarti “Dia-lah”, yang mengendung arti bahwa yang disampaikan itu kebenarannya
sudah pasti dan didukung oleh bukti rasional yang tidak ada sedikitpun keraguan
padanya, bahwa Allah SWT itu esa dalam dzat-Nya.
Dia-lah Allah yang Maha Tunggal. Maksudnya Dia benar-benar
satu, baik secra lafdziyah maupun maknawiyyah (pure monoteism), bukan hasil
eliminasi dari dua atau tiga, bukan ula tunggal yang berasal dari dwi-tunggal
atau tri-tunggal, dan bukan pula monoteism yang berasal dari polyteism atau
trinitas dan trimukti bagi umat islam, dalam menginterpretasikan klimat
“ketuhanan yang maha esa” itu tida lain melainkan “Huwallahu ahad”.
Menurut Imam Ath-Thabarasy dalam kitab tafsirnya “ Majma’
Al-Bayan Fi Tafsir Al-Quran” dikatakn bahwa penggunaan kata “ahad” bukan dengan
wahid itu termasuk ke dalam “hisab” atau hitungan. Sedangkan “ahad” itu tidak
dapat dibagi-bagi pada dzat-Nya. Kita boleh menjadikan bagi ‘wahid” itu dua dan
seterusnya, akan tetapi tidak boleh menadikan bagi “ahad” itu dua dan
seterusnya.
(Ayat
Kedua)
Ibnu Abbas
berkata : Ash-Shomad adalah yang bergantung kepada-Nya semua makhluk untuk
mendapatkan hajat-hajt dan permintaan-permintaan mereka. Beliau berkata pula
tentang makna Ash-Shomad : Dia adalah As-Sayyid (Maha Pemimpin) yang Maha
Sempurna dalam kepemimpinan-Nya, Asy-Syarif (Maha Mulia) yang Maha sempurna
dalam kemuliaan-Nya, Al-‘Adzim (Maha Agung) yang Maha Sempurna dalam
keagungan-Nya, Al-Halim (Mha Penyantun) yang Maha Sempurna dalam
kesantunan-Nya, Al-‘Alim (Maha Mengetahui) yang Mha Sempurna dalam
pengetahuan-Nya, Al-Hakim (Maha Bijaksana) yang Maha Sempurna dalam
kebijakan-Nya. Dia-lah yang Maha Sempurna dalam kemuliaan dan kepemimpinan dan
Dia adalah Allah, inilah sifat-Nya yang tidak sepatutnya kecuali Dia. Tidak ada
yang setara dengan-Nya dan tidak ada pula sesuatu yang seperti Dia. Maha Suci
Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan (musuh-musuh-Nya).
(Ayat
Ketiga)
Ibnu Abbas berkata: Dia tidak beranak
sebagaimana Maryam melahirkan Isa A.S. dan tidak pula diperanakkan. Ini adalah
bantahan terhadap orang-orang Nasrani yang mengatakan bahwa Isa Al Masih adalah
anak Allah dan bantahan terhadap orang-orang Yahudi yang mengatakan Uzair
adalah Anak Allah.
Singkatnya, kata “lam” yang digunakan pada ayat ini
merupakan koreksi terhadap keyakinan yang beredar pada saat itu. Seolah ayat
ini mengatakan, “keyakinan anda keliru, sesungguhnya Allah tidak beranak dan
tidak pula diperanakkan”.
(Ayat Keempat)
Surat Al-Ikhlash ini ditutup dengan ayat yang menafikan
segala sesuatu yang sama dengan Allah artinya bukan dari segi beranak dan
diperanakkannya, tetapi itu berbeda dengan makhluk dalam segala dimensinya.
Tidak ada yang menyamai Alllah. Ayat ini merupakan jawaban terhadap keyakinan
orang-orang yang bodoh, yang beranggapan bahwa Allah itu ada yang menyamai-Nya
dalam seluruh perbuatan-Nya. Keyakinan ini juga diaanut oleh kaum musyrik Arab
yang mengatakan bahwa para malaikat itu adalah sekutu Allah.
Kesimpulan: Surah ini mengendung nilai sanggahan terhadap
keyakinan kaum musyrik dengan seluruh aneka keyakinannya. Allah mensucikan
diri-Nya dsri berbagai sifat yang menjadi keyakinan kaum musyrik melalui –Nya “Allah ahad”.
Allah juga
mensucikan diri-Nya dari segala bentuk kebutuhan dengan firman-Nya “Alllahus-samad”. Allah juga mensucikan
diri-Nya dari hal-hal yang baru (dilahirkan ) dan berawal mula melalui
firman-Nya “Lam yalid”. Allah
mensucikan diri-Nya pula dari segala bentuk rupa yang sejenis atau serupa
dengan-Nya melalui firman-Nya “Wa lam
yulad”. Allah
juga mensucikan diri dari adanya sekutu melalui firman-Nya “Lam yakun lahu kufuwan ahad”. [3]
B. Isi Kandungan Surat Al-Ikhlas
Ayat 1-4
1.
Kedudukan Tauhid dalam Islam
Tidak ada keraguan lagi bahwa tauhid memiliki kedudukan
yang tinggi bahkan yang paling tinggi di dalam agama. Tauhid merupakan hak
Allah yang paling besar atas hamba-hamba-Nya, sebagaimana dalam hadits Mu’adz
bin Jabal radiyallahu ‘anhu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam berkata kepadanya: “Hai Mu’adz,
tahukah kamu hak Allah atas hamba-Nya dan hak hamba atas Allah? Ia menjawab:
“Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau mengatakan: “Hak Allah atas
hamba-Nya adalah mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan
sesuatupun.” ( HR. Bukhari dan Muslim)
1. Tauhid merupakan dasar
dibangunnya segala amalan yang ada di dalam agama ini. Rasulullah bersabda: “Islam dibangun di atas lima dasar, bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan puasa pada bulan Ramadhan.” (Shahih, HR. Bukhari
dan Muslim dari Abdullah Ibnu Umar)
2.
Tauhid merupakan perintah pertama kali yang kita temukan di dalam Al
Qur’an sebagaimana lawannya (yaitu syirik) yang merupakan larangan paling besar
dan pertama kali kita temukan di dalam Al Qur’an, sebagaimana firman Allah: “Hai sekalian manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah
menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi
orang-orang yang bertakwa. Yang
telah menjadikan bumi terhampar dan langit sebagai bangunan dan menurunkan air
dari langit, lalu Allah mengeluarkan dengannya buah-buahan sebagai rizki bagi
kalian. Maka janganlah kalian menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah”. (Al-Baqarah: 21-22)
Dalil yang menunjukkan hal tadi dalam ayat ini
adalah perintah Allah “sembahlah Rabb kalian” dan “janganlah kalian menjadikan
tandingan bagi Allah”.
3.
Tauhid merupakan poros
dakwah seluruh para Rasul, sejak Rasul yang pertama hingga penutup para Rasul
yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassallam. Allah berfirman:
“Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap
umat seorang Rasul (yang menyeru) agar kalian menyembah Allah dan menjauhi
thagut.” (An-Nahl: 36)
4.
Tauhid merupakan
perintah Allah yang paling besar dari semua perintah. Sementara lawannya, yaitu
syirik, merupakan larangan paling besar dari semua larangan. Allah berfirman:
“Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kalian
jangan menyembah kecuali kepada-Nya dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (Al-Isra: 23)
“Dan sembahlah oleh kalian Allah dan janganlah kalian
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. ” (An-Nisa: 36)
5.
Tauhid merupakan
syarat masuknya seseorang ke dalam surga dan terlindungi dari neraka Allah,
sebagaimana syirik merupakan sebab utama yang akan menjerumuskan seseorang ke
dalam neraka dan diharamkan dari surga Allah. Allah berfirman:
“Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan
Allah maka Allah akan mengharamkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah
neraka dan tidak ada bagi orang-orang dzalim seorang penolongpun.” (Al-Maidah: 72)[4]
2.
Menyebutkan Beberapa Argumentasi Tentang Eksistensi
Tuhan
Sebenarnya, pembuktian tentang keberadaan Tuhan bisa dijelaskan dengan berbagai argumen, empat argumen yang paling terkenal antara lain ;
- Argumentasi Ontologis
- Argumentasi Kosmologis
- Argumentasi Teleologis atau argumentasi from design
- Argumentasi Moral
Menurut Ibnu Sina keberadaaan alam ini adalah sesuatu yang mungkin ada (possible beings), yang keberadaannya memiliki keterkaitan sebab-akibat dengan keberadaan ada-ada yang lainnya. Keterkaitan ini tidak mungkin menjadi suatu rangkaian tak terbatas, sebab pasti ada sesuatu yang adanya tidak disebabkan lagi oleh sesuatu diluar dirinya sebagai "Penyebab Utama" atau a first cause. Ada yang satu secara esensial ini menghasilkan suatu akibat langsung, yaitu "intelejen".
Menurut Ibnu Sina berpikir adalah mencipta dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh "pemikir yang niscaya" yaitu Tuhan karena hanya Tuhanlah yang Ada Mutlak.
Menurut Thomas Aquinas yang nampaknya sangat terpengaruh dengan Aristoteles, bahwa keberadaan Tuhan bisa dibuktikan dengan "lima jalan".
Pertama, dengan berdasarkan teori "gerak". Berdasarkan teori ini, hal-hal yang ada bergerak dimana nampak perubahan dari potensial ke aktual, yang tidak bisa menjadi "regresi tak terhingga", karenanya haruslah ada gerak pertama yang mana dirinya sendiri tidak digerakkan, yaitu Tuhan.
Kedua, sebab efisien. Ada sebab efisien didalam dunia (sebab penghasil). Tidak ada yang menjadi sebab efisien dari dirinya sendiri, dan tidak mungkin ada suatu regresi tak terhingga darinya sebab jika tidak ada sebab pertama, maka tidak mungkin ada rangkatan sebab akibat. Karena itu, harus ada "sebab efisien pertama" yang tidak disebabkan oleh yang lain. Dan Dia adalah Tuhan.
Ketiga, didasari pada posibilitas dan necesitas. Ada yang muncul berada dan berakhir untuk ada. Tetapi tidak semua ada dapat menjadi ada yang mungkin (posible), karena apa yang menjadi ada hanya mungkin terjadi lewat apa yang telah ada (tidak ada sesuatu yang tidak disebabkan). Karenanya pasti ada "ada" yang keberadaannya niscaya (tidak pernah menjadi dan tidak pernah berakhir untuk ada). Ada seperti ini adalah Tuhan.
Keempat, didasari pada tingkat-tingkat (gradiation) pada benda-benda. Ada tingkat-tingkat berbeda di antara yang ada (yang satu lebih sempurna daripada yang lain). Ada hal-hal yang menjadi tidak kurang dan tidak lebih sempurna apabila tidak ada yang sempurna total. Karena itu pasti ada "ada yang sempurna" atau perpect being, yaitu Tuhan.
Kelima, didasari pada adanya tujuan dunia (governace of the world). Benda-benda, seperti halnya benda-benda angkasa, bergerak ke suatu tujuan, tentu saja untuk mencapai hasil yang terbaik. Hal ini tidak mungkin apabila tidak ada "ada yang berintelejen", sebagaimana ada sebuah panah yang meluncur yang dilepaskan pemanah. Maka pastilah "ada intelejen" untuk segala ada di dunia ini, yaitu Tuhan.
Argumentasi kosmologi ini mendapat kritik tajam dari filsuf Inggris, David Hume (1711-1776). Filsuf yang dikenal sebagai penganjur aliran skeptisme ini berpendapat bahwa apa yang direkomendasikan oleh argumentasi kosmologis memiliki kelemahan besar dari penalarannya.
Argumentasi tersebut mengacaukan konsep sebab dan akibat. Menurut Hume, kesimpulan yang ditarik dari akibat yang terbatas, menghasilkan sebab yang terbatas pula. Tidak mungkin lebih jauh dari itu. Maka konsep Tuhan dalam argumentasi kosmologis adalah terbatas. Tidak ada cara untuk menentukan prinsip kausalitas, sebab sesungguhnya penalaran ini hanya berdasar pada suatu kebiasaan saja (habit). Kita hanya dapat mengetahui bahwa Z terjadi setelah Y, tapi apakah benar bahwa Z itu disebabkan oleh Y, kita tidak ketahui. Alam semesta ini secara keseluruhan tidak membutuhkan suatu sebab, kecuali bagian-bagian daripadanya saja.
Kant yang sebagaimana disebut dipengaruhi oleh filsafat Hume, juga mengkritik argumentasi kosmologis. Baginya, dunia noumena (esensi) tidak bisa disimpulkan dari dunia fenomena (gejala). Dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan eksistensil sebagai hal yang niscaya adalah tidak mungkin, sebab hal itu hanya mungkin dalam pernyataan logika. Argumentasi kosmologis ini memiliki kontradiksi-kontradiksi metafisik.
Kritik Hume dan Kant bukanlah akhir dari problem argumentasi kosmologis. Pemikir-pemikir seperti Richard Taylor, Stuart C. Hackett, dan James Ross dapat disebut pembela argumentasi ini, dengan pertimbangan bahwa keberadaan Tuhan memang bukanlah hasil dari argumentasi, tapi paling tidak dengan argumentasi kosmologis diperlihatkan bagaimana dasar-dasar logis dalam kaitan antara suatu keberadaan yang terbatas dengan ada yang tidak terbatas.[5]
3.
Fungsi Tauhid Dan Bahaya
Syirik Dalam Kehidupan Manusia
3.1. Fungsi Tauhid
Ilmu tauhid merupakan sebuah disiplin
ilmu Islam yang amat dikenal baik oleh kalangan akademis ataupun oleh
masyarakat pada umumnya. Hal itu terlihat dari
keterlibatan ilmu tersebut dalam menjelaskan berbagai masalah yang muncul di
masyarakat. Karena keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam kehidupannya
seringkali dilihat dari sisi tauhid (teologi). Hal itulah yang menjadikan ilmu
ini menarik untuk dikaji, dan diketahui oleh setiap umat islam, sehingga bisa
mengambil manfaat dari ilmu ini untuk mencapai sebuah tujuan hakiki dari
kehidupan ini. Akan tetapi, bukan berarti disiplin ilmu ini adalah ilmu
satu-satunya yang harus dipelajari, karena sebagaimana dikatakan oleh Harun
Nasution bahwa untuk mengetahui dan memahami tentang agama Islam, diharuskan
islam ini dipelajari dari berbagai disiplin ilmu (persepektif). Namun, yang
menjadi pokok bahasan dalam makalah ini ialah Sebagaimana disebutkan yaitu
tentang fungsi atau manfaat ilmu tauhid dalam kehidupan manusia.
Setelah sebelumnya dibahas tentang pengertian dari ilmu
tauhid, maka pada bagian ini akan dibahas tentang fungsi dan manfaat dari ilmu
tauhid ini dalam kehidupan manusia. Namun, oleh karena keterbatasan pengetahuan
dan sumber yang penulis dapatkan, maka bahasan tentang bagian sangat minim.
Perlu diketahui, bahwa pada hakikatnya tauhid ini bukan
hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia
harus dihayati dengan baik dan benar, karena apabila tauhid telah dimiliki,
dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, maka kesadaran seseorang akan
tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah akan muncul dengan sendirinya.Inilah
salah satu manfaat dari ilmu tauhid.
Selain itu, tauhid juga berfungsi sebagai pembimbimbing
umat manusia untuk menemukan kembali jalan yang lurus seperti yang telah
dilakukan para Nabi dan Rasul, karena jika diibaratkan sebuah pohon, tauhid
adalah pokok akar untuk menemukan kembali jalan Allah, yang dapat membawa umat
manusia kepada puncak segala kebaikan.[6]
Begitu juga dengan kayakinan (tauhid) akan eksistensi tuhan yang maha esa
(Allah) akan melahirkan keyakinan bahwa semua yang ada di ala mini adalah
ciptaan tuhan; semuanya akan kembali kepada tuhan, dan segala sesuatu berada
dalam urusan yang maha esa itu. Dengan demikian segala perbuatan, sikap, tingkah laku, dan
perkataan seseorang selalu berpokok pada modus ini. Sebagai mana firman Allah
dalam al-Quran yang artinya :
“Dan Aku tidak ciptakan jin dan
manusia melainkan supaya menyembah-Ku”(al-Dzariyat:56)
“Hanya engkaulah yang kami sembah
dan hanya kepada engkaulah kami mohon pertolongan”(al-Fatihah:5)
“Katakanlah, “Dialah Allah yang
maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu..”(al-Ikhlas:1-2)
Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa
ketauhidan tidak hanya menyangkut hal-hal batin, tetapi juga meliputi sikap
tingkah laku, perkataan, dan perbuatan seseorang. Oleh karena itu, orang-orang
yang telah mampu memahami dan menghayati tauhid dengan dan dan benar akan
membawa kepada kebahagiaan baik itu segi lahir ataupun batin.
Sehingga
jelas bagi seseorang, bahwa tauhid tidak cukup untuk dimiliki dan dihayati,
karena jika hanya demikian hanya akan menghasilkan keahlian dalam seluk beluk
ketuhanan, namun tidak berpengaruh apa-apa terhadap seseorang tersebut,
sehingga dirinya akan berada diluar ketauhidan yang sebenarnya, bahkan mungkin
bisa sampai keluar dari keislamannya, karena maksud dan tujuan tauhid bukan
sekedar diakui dan diketahui saja, tetapi lebih dari itu tauhid mengadung
hal-hal yang beramanfaat bagi kehidupan manusia yaitu :
a.
Sebagai sumber dan mutivator perbuatan kebajikan dan keutamaan;
b.
Membimbing manusia ke
jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadah dengan
penuh keikhlasan;
c.
Mengerluarkan jiwa
manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat
menyesatkan;
Dari empat poin yang diatas dapat dipahami bahwa tauhid
selain bermanfaat bagi hal-hal batin, juga bermanfaat bagi hal-hal lahir.
Sehingga dari poin tersebut sangat jelas manfaatnya bagi kehidupan manusia.
Sementara dalam sumber lain, ada yang menspesifikasikan
fungsi atau manfaat ilmu tauhid bagi kehidupan manusia ialah sebagai pendoman
hidup yang dengannya umat manusia bisa terbimbing kepada jalan yang diridhai
Allah, serta dengan tauhid manusia bisa menjalani hidup sesuai dengan apa yang
telah digariskan oleh Allah SWT. Dengan tauhid manusia tidak hanya bebas dan merdeka,
melainkan juga akan sadar bahwa kedudukannya sama dengan manusia lain manapun.
Tidak ada manusia yang superior atau inferior terhadap manusia lainnya.
Suatu hal yang tidak boleh
dilupakan ialah bahwa kometmen manusia-tauhid tidak saja terbatas pada hubungan
verticalnya dengan tuhan, melainkan juga mencakup hubungan Horizontal dengan
sesama manusia dan seluruh makhluk, dan hubungan-hubungan ini harus sesuai
dengan kehendak Allah. Sehingga dengan misi ini tauhid dapat mewujudkan sesuatu
bentuk kehidupan social yang adil dan etis.[8]
Dalam kontek pengembangan umat, tauhid berfungsi antara
lain mentranformasikan setiap individu yang meyakininya menjadi manusia yang
lebih kurang ideal dalam arti memiliki sifat-sifat mulia yang membebaskan
dirinya dari setiap belenggu social, politik, ekonomi, dan budaya. Dengan
demikian, akan muncul manusia-manusia tauhid yang memiliki cirri-ciri positif
yaitu :
a.
Memiliki kometmen utuh pada tuhannya.
b.
Menolak pedoman hidup
yang datang bukan dari Allah.
c.
Bersikap progresif
dengan selalu melakukan penilaian terhadap terhadap kualitas kehidupannya,
adat-istiadatnya, tradisi dan faham hidupnya.
d.
Tujuan hidupnya jelas.
Ibadatnya, kerja kerasnya, hidup dan matinya hanyalah untuk Allah semata-mata.
e.
Meimiliki visi jelas tentang kehidupan yang harus dibangunnya bersama-sama
manusia lain; suatu kehidupan yang harmunis antara manusia dengan Tuhannya, dengan
lingkungan hidupnya, dengan sesama manusia dan dengan dirinya sendiri.
Oleh karena itu, Nampak jelas
bahwa tauhid memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia. Bila setiap
individu memiliki komitmen tauhid yang kukuh dan utuh, maka akan menjadi suatu
kekuatan yang besar untuk mambangaun dunia yang lebih adil, etis dan dinamis.[9]
3.2 Bahaya Syirik
- Syirik asghar
1)
Merusak amal
yang tercampur dengan syirik ashghar.
Dari Abu Hurairah radiallahu anhu marfu (yang
terjemahannya): Allah berfirman: "Aku tidak butuh sekutu-sekutu dari
kalian, barang siapa yang melakukan suatu amalan yang dia menyekutukan-Ku
padanya selain Aku, maka Aku tinggalkan dia dan persekutuannya". (Riwayat
Muslim, kitab az-Zuhud 2985, 46).
2)
Terkena
ancaman dari dalil-dalil tentang syirik, karena salaf menggunakan setiap dalil
yang berkenaan dengan syirik akbar untuk syirik ashghar. (Lihat al-Madkhal, hal
124).
3)
Termasuk dosa
besar yang terbesar.
- Syirik Akbar
1)
Kezhaliman
terbesar.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya):
"Sesungguhnya syirik itu kezhaliman yang besar". (QS. Luqman: 13).
2)
Menghancurkan
seluruh amal.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya):
"Sesungguhnya jika engkau berbuat syirik, niscaya hapuslah amalmu, dan
benar-benar engkau termasuk orang yang rugi". (QS. Az-Zumar: 65).
3)
Jika meninggal
dalam keadaan syirik, maka tidak akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Firman Allah Ta'ala (yang
terjemahannya):Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni jika disekutukan, dan
Dia akan mengampuni selain itu (syirik) bagi siapa yang (Dia) kehendaki. (QS.
An-Nisa: 48, 116).
4)
Pelakunya
diharamkan masuk surga.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya):
"Sesungguhnya barang siapa menyekutukan Allah, maka pasti Allah
mengharamkan jannah baginya dan tempatnya adalah neraka, dan tidak ada bagi
orang-orang zhalim itu seorang penolong pun". (QS. Al-Maidah: 72).
5)
Kekal di dalam
neraka.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya):
"Sesungguhnya orang kafir, yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan
masuk) ke neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah
seburuk-buruk makhluk". (QS. Al-Bayyinah: 6).
6)
Syirik adalah
dosa paling besar.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya):
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan
Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu. Bagi siapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat
sejauh-jauhnya". (QS. An-Nisa: 116).
7)
Perkara
pertama yang diharamkan oleh Allah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang terjemahannya):
"Katakanlah: Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang
nampak ataupun ter-sembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa
alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang
Allah tidak menu-runkan hujjah untuk itu dan (meng-haram-kan) mengada-adakan
terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al-Araaf: 33).
8)
Dosa pertama
yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Lihat Quran surah Al-Anaam:
151.
9)
Pelakunya
adalah orang-orang najis (kotor) akidahnya.
Allah Ta'ala berfirman (yang terjemahannya):
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu
najis". (QS. At-Taubah: 28).
4.
Sikap Robbaniyah (Ketuhanan) Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Prinsip dasar ajaran Islam tentang ketuhanan adalah tauhid
yang berarti meng-Esa-kan Tuhan. Dalam Islam, mengajarkan adanya Allah SWT.,
yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Esa adalah kewajiban. Sebab, pengakuan
akan keesaan Allah ini merupakan prasyarat bagi seseorang untuk dapat dikatakan
sebagai muslim, yaitu seorang yang beragama Islam.
Seorang muslim tidak boleh mempercayai adanya kekuatan lain
yang menandingi kekuatan dan kekuasaan Tuhan. Seorang muslim juga tidak boleh
mempercayai adanya Tuhan selain Allah. Sikap mempercayai adanya Tuhan selain
Allah itu dalam Islam disebut “syirk”, yaitu mempersekutukan Allah SWT. Orang
yang berbuat syirik disebut “musyrik”. Syirik itu bukan hanya merusak keimanan,
melainkan lebih dari itu menghapus iman. Oleh karena itu, setiap muslim harus
menghindarkan diri dari segala perbuatan syirik.
Yang juga berkaitan dengan nifaq adalah fasiq (fisq). Orang
yang fasiq adalah orang Islam yang tidak menaati aturan-aturan yang ditetapkan
oleh Allah SWT. Ia berbuat durhaka kepada Tuhan, berbuat maksiat, melakukan
perbuatan dosa, melanggar aturan Tuhan, dan sebagainya.
Perusakan iman dalam bentuk dosa besar adalah segala
perbuatan yang melanggar perintah maupun larangan-Nya, misalnya berbuat zina,
membunuh orang, makan harta anak yatim, dan durhaka kepada kedua orang tua.
Mengenai perbuatan dosa besar seperti itu, ulama sepakat bahwa hal demikian
jelas-jelas merusak iman, meskipun belum sampai kepada tingkat menghapus iman.
Pelaku dosa besar harus segera meminta ampunan kepada Allah dan berjanji tidak
akan mengulangi lagi perbuatan dosanya itu. Oleh karena itu, sikap yang paling
baik adalah menghindari semua perbuatan dosa, baik besar maupun kecil. Hal
demikian dapat dilakukan apabila seseorang merasa bahwa Allah Yang Maha Esa
selalu diyakini hadir dalam dirinya dan mengawasi segala perbuatanya. Inilah
yang disebut dengan iman yang fungsional.
Iman yang fungsional juga melahirkan sikap dan kepribadian
yang mulia pada diri orang yang bersangkutan, misalnya karena seseorang merasa
bahwa Allah selalu hadir dalam dirinya maka ia tidak akan berbuat dusta. Orang
yang beriman dengan cara seperti ini memilliki tingkat kejujuran yang tinggi,
karena ia yakin bahwa segala perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan
Tuhan dan selalu mempertimbangkan telebih dahulu segala perbuatannya, sehingga
ia menjadi manusia yang bertanggung jawab.
Demikianlah prinsip dasar Islam tentang ketuhanan. Dalam
Islam Allah adalah Maha Ada, Maha Esa, dan Maha Kuasa. Tidak ada satupun selain
Allah yang dapat menandingi keberadaan-Nya, keesaan-Nya dan kebesaran-Nya. Bagi
seorang mukmin atau muslim yang baik, Allah selalu Maha Hadir pada dirinya
sehingga mengontrol segala kata dan perbuatannya, serta melahirkan sikap dan
kepribadian mulia (akhlaqul karimah).[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1. Dengan Tauhid tidak saja
manusia akan merdeka dan bebas, tetapi juga akan sadar bahwa kedudukannya itu
sama dengan manusia manapun, dan yang membedakan satu dengan yang lain hanyalah
tingkat ketakwaan kepada Allah SWT.
2. Pada hakikatnya tauhid ini
bukan hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari
itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar, karena apabila tauhid telah
dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, maka kesadaran
seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah akan muncul dengan
sendirinya.
3. Tauhid berfungsi sebagai
pembimbimbing umat manusia untuk menemukan kembali jalan yang lurus seperti
yang telah dilakukan para Nabi dan Rasul, karena jika diibaratkan sebuah pohon,
tauhid adalah pokok akar untuk menemukan kembali jalan Allah, yang dapat
membawa umat manusia kepada puncak segala kebaikan.
4. Seorang manusia jangan sampai
sekali-kali dalam menjalani suatu kehidupan memiliki sifat yang namanya syirik,
karena perbuatan syirik itu merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT,
yang memilili dampak buruk bagi pribadi maupun orang lain.
B.
Penutup
Demikianlah yang dapat kami
paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan jujul makalah ini.
Penulis banyak berharap pembaca yang budiman sudih memberikan
kritik dan saran yang membengun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan
penulisan makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya.
Semoga makalh ini berguna dan bermanfaat bagi penulis juga para
pembaca yang budiman pada umumnya.
REFERENSI
Al-Marogi, Ahmad Mustofa. 1993. Tafsir Al-Maragi. Semarang: Toha Putra.
Asmuni, Muhamad Yusran.
1993. Ilmu Tauhid.Jakarta: Citra Niaga Rajawali Pres.
Departemen Agama RI. AlQuran dan Terjemahannya. Semarang: Toha Putra.
Khalis,
Muhammad. 2007. Mu’tahim, Laa Tansa Ya.. Muslimin. Jakarta: Alifbata.
.
Syarobasyi, Ahamad.1997. Himpunan Fatwa. Surabaya: Al
Ikhlas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar