Jumat, 08 Juni 2012

makalah tafsir tentang ketuhanan T 2a


KETUHANAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
 Makalah Dan Presentasi Pada Mata Kuliah Ilmu Tafsir
Dosen pengampu : Mayadina Rahmi Musfiroh, SHI., MA.








Disusun Kelompok 1 :
1. Ahmad Baedlowi       (211012)
2. Ahmad Arif               (211011)
3. Ahmad Ansoruddin   (211010)




 

Instutut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Jepara
Fakultas Tarbiyah 2A
Jalan Taman Siswa No. 09 Tahunan Jepara
Tahun Akademi 2012





KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tabaroka Wataala atas segala limpahan rahmat, taufik, serta inayah-Nya sehingga makalah kami dapat diselesaikan tepat waktu dengan hasil yang insyaAllah semaksimal mungkin.

Salawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW yang telah membawa ajaran kebenaran yang menerangi hati kita dengan nur ilahi, dan kita mendapatkan safaatnya di yaumul kuyamah kelak, amiin.

            Kami mengangkat makalah ini dengan judul “Ketuhanan” dalam rangka menyelesaikan tugas pada mata kuliah ilmu tafsir.

            Kami mengucapakan banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah ilmu tafsir beliau ibu Mayadina Rahmi Musfiroh, SHI., MA. yang telah membimbing kami agar selalu berada pada jalan yang lurus. Terima kasih kami sapaikan pula kepada orang tua kami yang selalu memberi dukungan dan doa demi kelancaran studi kami. Tidak lupa kami sampaikan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah bersusah payah bekerja sama dalam pembuatan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan lebih maksimal.

            Kami menyadari bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna  termasuk makalah kami ini, untuk itu kami membutuhkan segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kebaikan bersama yaitu kesempurnaan makalah ini. Terima kasih.
                                                                                               

Jepara, 21 Maret 2012
                                                                                                            Penyusun

                                                                                                         (Kelompok 2)















DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..........................................................................................              i
KATA PENGANTAR...........................................................................................              ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................   iii

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang............................................................................................    1
  2. Rumusan Masalah.......................................................................................    2
  3. Tujuan Masalah...........................................................................................    2

BAB II
PEMBAHASAN
  1. Al-Qur’an Surah Al-Ikhlas Ayat 1-4
    1. Lafad Ayat......................................................................................               3
    2. Arti Mufrodat..................................................................................   3
    3. Terjemah Ayat.................................................................................   3
    4. Asbabun Nuyul................................................................................   3
    5. Tafsir dan Penjelasan......................................................................    4
  2. Isi Kandungan Surat Al-Ikhlas Ayat 1-4
    1. Kedudukan Tauhid dalam Islam.....................................................               6
    2. Menyebutkan Beberapa Argumentasi Tentang Eksistensi Tuhan...    7
    3. Fungsi Tauhid Dan Bahaya Syirik Dalam Kehidupan Manusia......   9
    4. Sikap Robbaniyah (Ketuhanan) Dalam Kehidupan Sehari-Hari......  14       

BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan.......................................................................................................  16
B.     Penutup.........................................................................................................  16

DAFATAR PUSTAKA...........................................................................................            17
















BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kecintaan kepada Allah, ikhlas beramal hanya karena Allah, serta mengabdikan diri dan tawakkal sepenuhnya kepada-Nya, merupakan nilai keutamaan yang perlu diperhatikan dan diutamakan dalam menyempurnakan cabang-cabang keimanan seseorang terhadap Tuhan.
Sesungguhnya amalan lahiriah berupa ibadah mahdhah dan muamalah tidak akan tercapai kesempurnaan kecuali, jika didasari dan dirimu  dengan nilai-nilai tersebut senantiasa mengalir dalam hati dan tertuang dalam setiap gerak serta perilaku keseharian.
Sejak dalam alam penciptaannya, seorang manusia (sesungguhnya) telah memiliki rasa ingin tahu terhadap apa dan mengapa telah tercipta segala yang ada di depannya. Dalam naluri mereka mulai bertanya “ dari mana semua ini berasal dan akan kemana itu berakhir? Pertanyaan itulah yang kemudian tercatat dalam al-Quran, yang pada akhirnya membawa Nabi Ibrahim as. ke jalan untuk menemukan Rabbnya. Ayat tersebut ialah surat al-An’am ayat 76-80 yang artinya :
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, ‘inilah Tuhanku’, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata, ‘Saya tidak suka kepada yang tenggelam’,. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata, ‘Inilah Tuanku’. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata, ‘sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah akulah termasuk orang yang sesat’. Kemudian tatkala dia melihat matahari, Dia berkata, ‘Inilah Tuhanku’ inilah yang lebih besar’. Maka tatkala matahari terbenam, Dia berkata, ‘Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cendrung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan’. Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata ‘apakah kamu hendak membantah tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah member petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali dikala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka, apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (dari padanya)?
Ayat di atas menjadi sebuah bukti bahwasanya Tauhid merupakan sebuah misi risalah yang hendak dicapai oleh Nabi Ibrahim as sehingga pada akhirnya dia beriman kepada Allah yang Esa, dan meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain-Nya. Misi risalah itulah yang juga diemban oleh Nabi Muhammad saw dan juga para Nabi lainnya. Sebagaimana firman Allah dalam al-Quran dalam surat al-Anbiya ayat 25 yang artinya: “Dan tidaklah Kami mengutus seorang Rasul pun sebelum engkau (Muhammad) melainkan kami wahyukan kepadanya ‘Bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, Maka sembahlah Aku”.
Betapa pentingnya Tauhid bagi kehidupan manusia, sehingga ditempatkan pada bagian yang pertama dan utama oleh semua agama khususnya agama samawi. oleh karenanya, sangat penting sekali untuk diketahui tentang “apa sebenarnya Fungsi atau manfaat ilmu Tauhid bagi kehidupan manusia?” sehingga dijadikan sebuah tujuan utama dari diutusnya para nabi dan Rasul.[1]
Dalam makalah ini, penulis akan membahas secara singkat tentang prinsip tauhid tersebut dalam kehidupan umat manusia dengan mengacu pada salah satu wahyu Allah yaitu Al-Quran surah Al-Ikhlas ayat 1-4 dan surah Al-Misa’ ayat 48, dengan harapan bisa bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan juga bagi pembaca makalah ini.


B.     Rumusan Masalah

1.      Apakah tauhid itu dan bagaimana kedudukanya dalam ajaran Islam ?
2.      Apakah fungsi tauhid dan dampaknya ?
3.      Bagaimana perilaku manusia jika mengetahui tauhid secara benar?

C.    Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui Apakah tauhid itu dan bagaimana kedudukanya dalam ajaran Islam.
2.      Untuk mengetahui Apakah fungsi tauhid dan dampaknya.
3.      Untuk mengetahui Bagaimana perilaku manusia jika mengetahui tauhid secara benar?










BAB II

PEMBAHASAN

A.    Al-Qur’an Surah Al-Ikhlas Ayat 1-4

  1. Lafad Ayat

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (١)اللَّهُ الصَّمَدُ (٢)لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (٣)وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (٤)

  1. Arti Mufrodat


Katakanlah قُلْ      =    
Maha Esa  =      أَحَدٌ
                       bergantung kepada-Nya segala sesuatuالصَّمَدُ  =   
tiada beranak =    لَمْ يَلِدْ
tidak pula diperanakkanلَمْ يُولَدْ
setara =     كُفُوًا

  1. Terjemahan Ayat
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.

  1. Asbabun Nuzul

Ath Thabrani dan Ibnu Jarir menceritakan hadist serupa dari Jabir dari Abdullah. Kita bisa mengambil kesimpulan dari periwayatan ini, bahwa surat Al-Ikhlash adalah makiyyah.
Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas : Orang Yahudi yang terdiri antara lain, Ka’ab bin Asraf dan Huyayyin bin Athhab, datang kepada Nabi SAW, seraya berkata: Hai Muhammad, berikan penjelasan tentang hakikat Tuhanmu yang telah mengutusmu ! Atas pertanyaan itu, turunlah surat Al-Ikhlash.
Ibnu Jarir dari Qtadah dan Ibnu Mundzir dari Said bin Jubair, menceritakan hadist yang serupa.
Bila kita melihat hadist ini, maka surat Al-Ikhlash masuk madaniyyah.
Ibnu Jarir dari Abi Aliya berkata : Berkata Qtadah, sekelompok (kafir) minta kepada Nabi SAW agar memberi nisbat atas Tuhan Allah, Tuhannya Muhammad.
Kemudian Jibril menyampaikan surat Al-Ikhlash, dimaksudkan orang kafir atau Musyrik adalah Musyrik yang dalam hadist Ubayyi. Apabila meninjau hadist ini, maka surat Al-Ikhlash masuka dalam lingkup surat madaniyyah. Hal ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Bila kita tarik pengertian earah ini, aka hilanglah pertentangan di antara dua sebab turun ayat pada surat Al-Ikhlash ini.
Namun Abu Syeh, meriwayatkan hadist dalam kitab Udzmah dari Anas berkata : Orang Yhudi Haibar datang kepada Nab SAW dan bertanya: Hai bapaknya Qasim, Allah menciptakan Malaikat dari nur yangg tertutup, menciptakan Adam dari tanah liat yang lekat, menciptakan Iblis dari nyala api, menciptakan langit dari asap dan mencitakan bumi dari busa air. Sekarang cobalah ceritakan tentang hakikat Tuhan ! Nabi diam tak menjawab. Sampai Jibril datang menyampaikan wahyu berupa surat Al-Ikhlash.[2]

  1. Tafsir dan Penjelasan

(Ayat Pertama)
Ayat ini diawali oleh kata “Qul” yang berarti “katakanlah”, hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW selalu menyampaikan segala sesuatu yang diterimanya dari ayat-ayat Al-Quran yang disampaikan malaikat Jibril. Beliau tidak mengubahnya walau hanya satu huruf. Secara tidak langsung ini merupakan penolakan terhadap terhadap anggapan sebagian orang kafir yang menuduh bahwa Al-Quran itu karangan Nabi Muhammad SAW, bukan firman Allah.
Kemudian kata “Qul” didampingi oleh kata “Huwa” yang berarti “Dia-lah”, yang mengendung arti bahwa yang disampaikan itu kebenarannya sudah pasti dan didukung oleh bukti rasional yang tidak ada sedikitpun keraguan padanya, bahwa Allah SWT itu esa dalam dzat-Nya.
Dia-lah Allah yang Maha Tunggal. Maksudnya Dia benar-benar satu, baik secra lafdziyah maupun maknawiyyah (pure monoteism), bukan hasil eliminasi dari dua atau tiga, bukan ula tunggal yang berasal dari dwi-tunggal atau tri-tunggal, dan bukan pula monoteism yang berasal dari polyteism atau trinitas dan trimukti bagi umat islam, dalam menginterpretasikan klimat “ketuhanan yang maha esa” itu tida lain melainkan “Huwallahu ahad”.
Menurut Imam Ath-Thabarasy dalam kitab tafsirnya “ Majma’ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Quran” dikatakn bahwa penggunaan kata “ahad” bukan dengan wahid itu termasuk ke dalam “hisab” atau hitungan. Sedangkan “ahad” itu tidak dapat dibagi-bagi pada dzat-Nya. Kita boleh menjadikan bagi ‘wahid” itu dua dan seterusnya, akan tetapi tidak boleh menadikan bagi “ahad” itu dua dan seterusnya.
(Ayat Kedua)
Ibnu Abbas berkata : Ash-Shomad adalah yang bergantung kepada-Nya semua makhluk untuk mendapatkan hajat-hajt dan permintaan-permintaan mereka. Beliau berkata pula tentang makna Ash-Shomad : Dia adalah As-Sayyid (Maha Pemimpin) yang Maha Sempurna dalam kepemimpinan-Nya, Asy-Syarif (Maha Mulia) yang Maha sempurna dalam kemuliaan-Nya, Al-‘Adzim (Maha Agung) yang Maha Sempurna dalam keagungan-Nya, Al-Halim (Mha Penyantun) yang Maha Sempurna dalam kesantunan-Nya, Al-‘Alim (Maha Mengetahui) yang Mha Sempurna dalam pengetahuan-Nya, Al-Hakim (Maha Bijaksana) yang Maha Sempurna dalam kebijakan-Nya. Dia-lah yang Maha Sempurna dalam kemuliaan dan kepemimpinan dan Dia adalah Allah, inilah sifat-Nya yang tidak sepatutnya kecuali Dia. Tidak ada yang setara dengan-Nya dan tidak ada pula sesuatu yang seperti Dia. Maha Suci Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan (musuh-musuh-Nya).
(Ayat Ketiga)
Ada dua kata yang ada dalam Al-Quran yang sering digunakan untuk menafikan atau meniadakan sesuatu, yaitu kata “lam”dan kata “lan”. Kata “lam” digunakan  untuk menafikan sesuatu yang telah terjadi. Sedangkan “lan” digunakan untuk menafikan sesuatu yang akan terjadi. Kata “lam” digunakan pada ayat ini untuk menggambarkan bahwa pada saat itu telah beredar keyakinan bahwa Tuhan itu beranak.
      Ibnu Abbas berkata: Dia tidak beranak sebagaimana Maryam melahirkan Isa A.S. dan tidak pula diperanakkan. Ini adalah bantahan terhadap orang-orang Nasrani yang mengatakan bahwa Isa Al Masih adalah anak Allah dan bantahan terhadap orang-orang Yahudi yang mengatakan Uzair adalah Anak Allah.
Singkatnya, kata “lam” yang digunakan pada ayat ini merupakan koreksi terhadap keyakinan yang beredar pada saat itu. Seolah ayat ini mengatakan, “keyakinan anda keliru, sesungguhnya Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan”.
(Ayat Keempat)
Surat Al-Ikhlash ini ditutup dengan ayat yang menafikan segala sesuatu yang sama dengan Allah artinya bukan dari segi beranak dan diperanakkannya, tetapi itu berbeda dengan makhluk dalam segala dimensinya. Tidak ada yang menyamai Alllah. Ayat ini merupakan jawaban terhadap keyakinan orang-orang yang bodoh, yang beranggapan bahwa Allah itu ada yang menyamai-Nya dalam seluruh perbuatan-Nya. Keyakinan ini juga diaanut oleh kaum musyrik Arab yang mengatakan bahwa para malaikat itu adalah sekutu Allah.
Kesimpulan: Surah ini mengendung nilai sanggahan terhadap keyakinan kaum musyrik dengan seluruh aneka keyakinannya. Allah mensucikan diri-Nya dsri berbagai sifat yang menjadi keyakinan kaum musyrik melalui –Nya “Allah ahad”.
Allah juga mensucikan diri-Nya dari segala bentuk kebutuhan dengan firman-Nya “Alllahus-samad”. Allah juga mensucikan diri-Nya dari hal-hal yang baru (dilahirkan ) dan berawal mula melalui firman-Nya “Lam yalid”. Allah mensucikan diri-Nya pula dari segala bentuk rupa yang sejenis atau serupa dengan-Nya melalui firman-Nya “Wa lam yulad”. Allah juga mensucikan diri dari adanya sekutu melalui firman-Nya “Lam yakun lahu kufuwan ahad”.    [3]
B.     Isi Kandungan Surat Al-Ikhlas Ayat 1-4

1.      Kedudukan Tauhid dalam Islam
Tidak ada keraguan lagi bahwa tauhid memiliki kedudukan yang tinggi bahkan yang paling tinggi di dalam agama. Tauhid merupakan hak Allah yang paling besar atas hamba-hamba-Nya, sebagaimana dalam hadits Mu’adz bin Jabal radiyallahu ‘anhu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam berkata kepadanya: “Hai Mu’adz, tahukah kamu hak Allah atas hamba-Nya dan hak hamba atas Allah? Ia menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau mengatakan: “Hak Allah atas hamba-Nya adalah mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.” ( HR. Bukhari dan Muslim)

1.      Tauhid merupakan dasar dibangunnya segala amalan yang ada di dalam agama ini. Rasulullah bersabda: “Islam dibangun di atas lima dasar, bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan puasa pada bulan Ramadhan.” (Shahih, HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah Ibnu Umar)
2.      Tauhid merupakan perintah pertama kali yang kita temukan di dalam Al Qur’an sebagaimana lawannya (yaitu syirik) yang merupakan larangan paling besar dan pertama kali kita temukan di dalam Al Qur’an, sebagaimana firman Allah: “Hai sekalian manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa. Yang telah menjadikan bumi terhampar dan langit sebagai bangunan dan menurunkan air dari langit, lalu Allah mengeluarkan dengannya buah-buahan sebagai rizki bagi kalian. Maka janganlah kalian menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah”. (Al-Baqarah: 21-22)
Dalil yang menunjukkan hal tadi dalam ayat ini adalah perintah Allah “sembahlah Rabb kalian” dan “janganlah kalian menjadikan tandingan bagi Allah”.
3.      Tauhid merupakan poros dakwah seluruh para Rasul, sejak Rasul yang pertama hingga penutup para Rasul yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassallam. Allah berfirman:

Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang Rasul (yang menyeru) agar kalian menyembah Allah dan menjauhi thagut.” (An-Nahl: 36)

4.      Tauhid merupakan perintah Allah yang paling besar dari semua perintah. Sementara lawannya, yaitu syirik, merupakan larangan paling besar dari semua larangan. Allah berfirman:

Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kalian jangan menyembah kecuali kepada-Nya dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua. (Al-Isra: 23)

Dan sembahlah oleh kalian Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.  (An-Nisa: 36)

5.      Tauhid merupakan syarat masuknya seseorang ke dalam surga dan terlindungi dari neraka Allah, sebagaimana syirik merupakan sebab utama yang akan menjerumuskan seseorang ke dalam neraka dan diharamkan dari surga Allah. Allah berfirman:

Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka Allah akan mengharamkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah neraka dan tidak ada bagi orang-orang dzalim seorang penolongpun.” (Al-Maidah: 72)[4]


2.      Menyebutkan Beberapa Argumentasi Tentang Eksistensi Tuhan

Sebenarnya,  pembuktian tentang keberadaan Tuhan bisa dijelaskan dengan berbagai argumen, empat argumen yang paling terkenal antara lain ;
 
-    Argumentasi Ontologis
-    Argumentasi Kosmologis
-    Argumentasi Teleologis atau argumentasi from design
-    Argumentasi Moral
 
Menurut Ibnu Sina keberadaaan alam ini adalah sesuatu yang mungkin ada (possible beings), yang keberadaannya memiliki keterkaitan sebab-akibat dengan keberadaan ada-ada yang lainnya. Keterkaitan ini tidak mungkin menjadi suatu rangkaian tak terbatas, sebab pasti ada sesuatu yang adanya tidak disebabkan lagi oleh sesuatu diluar dirinya sebagai "Penyebab Utama" atau a first cause.  Ada yang satu secara esensial ini menghasilkan suatu akibat langsung, yaitu "intelejen". 
 
Menurut Ibnu Sina berpikir adalah mencipta dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh "pemikir yang niscaya" yaitu Tuhan karena hanya Tuhanlah yang Ada Mutlak.
 
Menurut Thomas Aquinas yang nampaknya sangat terpengaruh dengan Aristoteles, bahwa keberadaan Tuhan bisa dibuktikan dengan "lima jalan". 
 
Pertama, dengan berdasarkan teori "gerak". Berdasarkan teori ini, hal-hal yang ada bergerak dimana nampak perubahan dari potensial ke aktual, yang tidak bisa menjadi "regresi tak terhingga", karenanya haruslah ada gerak pertama yang mana dirinya sendiri tidak digerakkan, yaitu Tuhan.
 
Kedua, sebab efisien. Ada sebab efisien didalam dunia (sebab penghasil). Tidak ada yang menjadi sebab efisien dari dirinya sendiri, dan tidak mungkin ada suatu regresi tak terhingga darinya sebab jika tidak ada sebab pertama, maka tidak mungkin ada rangkatan sebab akibat. Karena itu, harus ada "sebab efisien pertama" yang tidak disebabkan oleh yang lain. Dan Dia adalah Tuhan.
 
Ketiga, didasari pada posibilitas dan necesitas. Ada yang muncul berada dan berakhir untuk ada. Tetapi tidak semua ada dapat menjadi ada yang mungkin (posible), karena apa yang menjadi ada hanya mungkin terjadi lewat apa yang telah ada (tidak ada sesuatu yang tidak disebabkan). Karenanya pasti ada "ada" yang keberadaannya niscaya (tidak pernah menjadi dan tidak pernah berakhir untuk ada). Ada seperti ini adalah Tuhan.
 
Keempat, didasari pada tingkat-tingkat (gradiation) pada benda-benda. Ada tingkat-tingkat berbeda di antara yang ada (yang satu lebih sempurna daripada yang lain). Ada hal-hal yang menjadi tidak kurang dan tidak lebih sempurna apabila tidak ada yang sempurna total. Karena itu pasti ada "ada yang sempurna" atau perpect being, yaitu Tuhan.
 
Kelima, didasari pada adanya tujuan dunia (governace of the world). Benda-benda, seperti halnya benda-benda angkasa, bergerak ke suatu tujuan, tentu saja untuk mencapai hasil yang terbaik. Hal ini tidak mungkin apabila tidak ada "ada yang berintelejen", sebagaimana ada sebuah panah yang meluncur yang dilepaskan pemanah. Maka pastilah "ada intelejen" untuk segala ada di dunia ini, yaitu Tuhan.
 
Argumentasi kosmologi ini mendapat kritik tajam dari filsuf Inggris, David Hume (1711-1776). Filsuf yang dikenal sebagai penganjur aliran skeptisme ini berpendapat bahwa apa yang direkomendasikan oleh argumentasi kosmologis memiliki kelemahan besar dari penalarannya.
 
Argumentasi tersebut mengacaukan konsep sebab dan akibat. Menurut Hume, kesimpulan yang ditarik dari akibat yang terbatas, menghasilkan sebab yang terbatas pula. Tidak mungkin lebih jauh dari itu. Maka konsep Tuhan dalam argumentasi kosmologis adalah terbatas. Tidak ada cara untuk menentukan prinsip kausalitas, sebab sesungguhnya penalaran ini hanya berdasar pada suatu kebiasaan saja (habit). Kita hanya dapat mengetahui bahwa Z terjadi setelah Y, tapi apakah benar bahwa Z itu disebabkan oleh Y, kita tidak ketahui. Alam semesta ini secara keseluruhan tidak membutuhkan suatu sebab, kecuali bagian-bagian daripadanya saja.
 
Kant yang sebagaimana disebut dipengaruhi oleh filsafat Hume, juga mengkritik argumentasi kosmologis. Baginya, dunia noumena (esensi) tidak bisa disimpulkan dari dunia fenomena (gejala). Dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan eksistensil sebagai hal yang niscaya adalah tidak mungkin, sebab hal itu hanya mungkin dalam pernyataan logika. Argumentasi kosmologis ini memiliki kontradiksi-kontradiksi metafisik.
 
Kritik Hume dan Kant bukanlah akhir dari problem argumentasi kosmologis. Pemikir-pemikir seperti Richard Taylor, Stuart C. Hackett, dan James Ross dapat disebut pembela argumentasi ini, dengan pertimbangan bahwa keberadaan Tuhan memang bukanlah hasil dari argumentasi, tapi paling tidak dengan argumentasi kosmologis diperlihatkan bagaimana dasar-dasar logis dalam kaitan antara suatu keberadaan yang terbatas dengan ada yang tidak terbatas.[5]

3.      Fungsi Tauhid Dan Bahaya Syirik Dalam Kehidupan Manusia

3.1. Fungsi Tauhid
Ilmu tauhid merupakan sebuah disiplin ilmu Islam yang amat dikenal baik oleh kalangan akademis ataupun oleh masyarakat pada umumnya. Hal itu terlihat dari keterlibatan ilmu tersebut dalam menjelaskan berbagai masalah yang muncul di masyarakat. Karena keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam kehidupannya seringkali dilihat dari sisi tauhid (teologi). Hal itulah yang menjadikan ilmu ini menarik untuk dikaji, dan diketahui oleh setiap umat islam, sehingga bisa mengambil manfaat dari ilmu ini untuk mencapai sebuah tujuan hakiki dari kehidupan ini. Akan tetapi, bukan berarti disiplin ilmu ini adalah ilmu satu-satunya yang harus dipelajari, karena sebagaimana dikatakan oleh Harun Nasution bahwa untuk mengetahui dan memahami tentang agama Islam, diharuskan islam ini dipelajari dari berbagai disiplin ilmu (persepektif). Namun, yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini ialah Sebagaimana disebutkan yaitu tentang fungsi atau manfaat ilmu tauhid dalam kehidupan manusia.
Setelah sebelumnya dibahas tentang pengertian dari ilmu tauhid, maka pada bagian ini akan dibahas tentang fungsi dan manfaat dari ilmu tauhid ini dalam kehidupan manusia. Namun, oleh karena keterbatasan pengetahuan dan sumber yang penulis dapatkan, maka bahasan tentang bagian sangat minim.
Perlu diketahui, bahwa pada hakikatnya tauhid ini bukan hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar, karena apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, maka kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah akan muncul dengan sendirinya.Inilah salah satu manfaat dari ilmu tauhid.
Selain itu, tauhid juga berfungsi sebagai pembimbimbing umat manusia untuk menemukan kembali jalan yang lurus seperti yang telah dilakukan para Nabi dan Rasul, karena jika diibaratkan sebuah pohon, tauhid adalah pokok akar untuk menemukan kembali jalan Allah, yang dapat membawa umat manusia kepada puncak segala kebaikan.[6] Begitu juga dengan kayakinan (tauhid) akan eksistensi tuhan yang maha esa (Allah) akan melahirkan keyakinan bahwa semua yang ada di ala mini adalah ciptaan tuhan; semuanya akan kembali kepada tuhan, dan segala sesuatu berada dalam urusan yang maha esa itu. Dengan demikian segala perbuatan, sikap, tingkah laku, dan perkataan seseorang selalu berpokok pada modus ini. Sebagai mana firman Allah dalam al-Quran yang artinya :
Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia melainkan supaya menyembah-Ku”(al-Dzariyat:56)
Hanya engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada engkaulah kami mohon pertolongan”(al-Fatihah:5)
Katakanlah, “Dialah Allah yang maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu..”(al-Ikhlas:1-2)
Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa ketauhidan tidak hanya menyangkut hal-hal batin, tetapi juga meliputi sikap tingkah laku, perkataan, dan perbuatan seseorang. Oleh karena itu, orang-orang yang telah mampu memahami dan menghayati tauhid dengan dan dan benar akan membawa kepada kebahagiaan baik itu segi lahir ataupun batin.
      Sehingga jelas bagi seseorang, bahwa tauhid tidak cukup untuk dimiliki dan dihayati, karena jika hanya demikian hanya akan menghasilkan keahlian dalam seluk beluk ketuhanan, namun tidak berpengaruh apa-apa terhadap seseorang tersebut, sehingga dirinya akan berada diluar ketauhidan yang sebenarnya, bahkan mungkin bisa sampai keluar dari keislamannya, karena maksud dan tujuan tauhid bukan sekedar diakui dan diketahui saja, tetapi lebih dari itu tauhid mengadung hal-hal yang beramanfaat bagi kehidupan manusia yaitu :
a.       Sebagai sumber dan mutivator perbuatan kebajikan dan keutamaan;
b.      Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan;
c.       Mengerluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan;
d.      Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.[7]

Dari empat poin yang diatas dapat dipahami bahwa tauhid selain bermanfaat bagi hal-hal batin, juga bermanfaat bagi hal-hal lahir. Sehingga dari poin tersebut sangat jelas manfaatnya bagi kehidupan manusia.
Sementara dalam sumber lain, ada yang menspesifikasikan fungsi atau manfaat ilmu tauhid bagi kehidupan manusia ialah sebagai pendoman hidup yang dengannya umat manusia bisa terbimbing kepada jalan yang diridhai Allah, serta dengan tauhid manusia bisa menjalani hidup sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh Allah SWT. Dengan tauhid manusia tidak hanya bebas dan merdeka, melainkan juga akan sadar bahwa kedudukannya sama dengan manusia lain manapun. Tidak ada manusia yang superior atau inferior terhadap manusia lainnya.
Suatu hal yang tidak boleh dilupakan ialah bahwa kometmen manusia-tauhid tidak saja terbatas pada hubungan verticalnya dengan tuhan, melainkan juga mencakup hubungan Horizontal dengan sesama manusia dan seluruh makhluk, dan hubungan-hubungan ini harus sesuai dengan kehendak Allah. Sehingga dengan misi ini tauhid dapat mewujudkan sesuatu bentuk kehidupan social yang adil dan etis.[8]
Dalam kontek pengembangan umat, tauhid berfungsi antara lain mentranformasikan setiap individu yang meyakininya menjadi manusia yang lebih kurang ideal dalam arti memiliki sifat-sifat mulia yang membebaskan dirinya dari setiap belenggu social, politik, ekonomi, dan budaya. Dengan demikian, akan muncul manusia-manusia tauhid yang memiliki cirri-ciri positif yaitu :

a.       Memiliki kometmen utuh pada tuhannya.
b.      Menolak pedoman hidup yang datang bukan dari Allah.
c.       Bersikap progresif dengan selalu melakukan penilaian terhadap terhadap kualitas kehidupannya, adat-istiadatnya, tradisi dan faham hidupnya.
d.      Tujuan hidupnya jelas. Ibadatnya, kerja kerasnya, hidup dan matinya hanyalah untuk Allah semata-mata.
e.       Meimiliki visi jelas tentang kehidupan yang harus dibangunnya bersama-sama manusia lain; suatu kehidupan yang harmunis antara manusia dengan Tuhannya, dengan lingkungan hidupnya, dengan sesama manusia dan dengan dirinya sendiri.
Oleh karena itu, Nampak jelas bahwa tauhid memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia. Bila setiap individu memiliki komitmen tauhid yang kukuh dan utuh, maka akan menjadi suatu kekuatan yang besar untuk mambangaun dunia yang lebih adil, etis dan dinamis.[9]
3.2 Bahaya Syirik

  1. Syirik asghar

1)      Merusak amal yang tercampur dengan syirik ashghar.
Dari Abu Hurairah radiallahu anhu marfu (yang terjemahannya): Allah berfirman: "Aku tidak butuh sekutu-sekutu dari kalian, barang siapa yang melakukan suatu amalan yang dia menyekutukan-Ku padanya selain Aku, maka Aku tinggalkan dia dan persekutuannya". (Riwayat Muslim, kitab az-Zuhud 2985, 46).
2)      Terkena ancaman dari dalil-dalil tentang syirik, karena salaf menggunakan setiap dalil yang berkenaan dengan syirik akbar untuk syirik ashghar. (Lihat al-Madkhal, hal 124).
3)      Termasuk dosa besar yang terbesar.

  1. Syirik Akbar

1)      Kezhaliman terbesar.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya syirik itu kezhaliman yang besar". (QS. Luqman: 13).

2)      Menghancurkan seluruh amal.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya jika engkau berbuat syirik, niscaya hapuslah amalmu, dan benar-benar engkau termasuk orang yang rugi". (QS. Az-Zumar: 65).

3)      Jika meninggal dalam keadaan syirik, maka tidak akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya):Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni jika disekutukan, dan Dia akan mengampuni selain itu (syirik) bagi siapa yang (Dia) kehendaki. (QS. An-Nisa: 48, 116).

4)      Pelakunya diharamkan masuk surga.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya barang siapa menyekutukan Allah, maka pasti Allah mengharamkan jannah baginya dan tempatnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun". (QS. Al-Maidah: 72).

5)      Kekal di dalam neraka.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya orang kafir, yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk". (QS. Al-Bayyinah: 6).

6)      Syirik adalah dosa paling besar.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu. Bagi siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya". (QS. An-Nisa: 116).

7)      Perkara pertama yang diharamkan oleh Allah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang terjemahannya): "Katakanlah: Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun ter-sembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menu-runkan hujjah untuk itu dan (meng-haram-kan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al-Araaf: 33).

8)      Dosa pertama yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Lihat Quran surah Al-Anaam: 151.

9)      Pelakunya adalah orang-orang najis (kotor) akidahnya.
Allah Ta'ala berfirman (yang terjemahannya): "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis". (QS. At-Taubah: 28).

4.      Sikap Robbaniyah (Ketuhanan) Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Prinsip dasar ajaran Islam tentang ketuhanan adalah tauhid yang berarti meng-Esa-kan Tuhan. Dalam Islam, mengajarkan adanya Allah SWT., yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Esa adalah kewajiban. Sebab, pengakuan akan keesaan Allah ini merupakan prasyarat bagi seseorang untuk dapat dikatakan sebagai muslim, yaitu seorang yang beragama Islam.
Seorang muslim tidak boleh mempercayai adanya kekuatan lain yang menandingi kekuatan dan kekuasaan Tuhan. Seorang muslim juga tidak boleh mempercayai adanya Tuhan selain Allah. Sikap mempercayai adanya Tuhan selain Allah itu dalam Islam disebut “syirk”, yaitu mempersekutukan Allah SWT. Orang yang berbuat syirik disebut “musyrik”. Syirik itu bukan hanya merusak keimanan, melainkan lebih dari itu menghapus iman. Oleh karena itu, setiap muslim harus menghindarkan diri dari segala perbuatan syirik.
Ada juga perbuatan lain yang juga merupakan dosa besar tetapi tidak langsung menghapus iman, melainkan hanya dapat merusak iman, yaitu bersikap munafik (nifaq). Nifaq adalah sikap mendua dalam beriman, yaitu lain di mulut lain pula dalam perbuatan. Apabila seorang munafik bertemu dengan orang-orang beriman, ia akan berkata bahwa dirinya adalah orang beriman. Akan tetapi jika ia bertemu dengan orang yang tidak beriman, seorang munafik berkata bahwa dirinya tidak beriman. Sikap munafik merusak iman dan sebab itu dikecam oleh Allah dengan pernyataan-Nya bahwa orang munafik akan dimasukkan ke dalam neraka.
Yang juga berkaitan dengan nifaq adalah fasiq (fisq). Orang yang fasiq adalah orang Islam yang tidak menaati aturan-aturan yang ditetapkan oleh Allah SWT. Ia berbuat durhaka kepada Tuhan, berbuat maksiat, melakukan perbuatan dosa, melanggar aturan Tuhan, dan sebagainya.
Perusakan iman dalam bentuk dosa besar adalah segala perbuatan yang melanggar perintah maupun larangan-Nya, misalnya berbuat zina, membunuh orang, makan harta anak yatim, dan durhaka kepada kedua orang tua. Mengenai perbuatan dosa besar seperti itu, ulama sepakat bahwa hal demikian jelas-jelas merusak iman, meskipun belum sampai kepada tingkat menghapus iman. Pelaku dosa besar harus segera meminta ampunan kepada Allah dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan dosanya itu. Oleh karena itu, sikap yang paling baik adalah menghindari semua perbuatan dosa, baik besar maupun kecil. Hal demikian dapat dilakukan apabila seseorang merasa bahwa Allah Yang Maha Esa selalu diyakini hadir dalam dirinya dan mengawasi segala perbuatanya. Inilah yang disebut dengan iman yang fungsional.
Iman yang fungsional juga melahirkan sikap dan kepribadian yang mulia pada diri orang yang bersangkutan, misalnya karena seseorang merasa bahwa Allah selalu hadir dalam dirinya maka ia tidak akan berbuat dusta. Orang yang beriman dengan cara seperti ini memilliki tingkat kejujuran yang tinggi, karena ia yakin bahwa segala perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan selalu mempertimbangkan telebih dahulu segala perbuatannya, sehingga ia menjadi manusia yang bertanggung jawab.
Demikianlah prinsip dasar Islam tentang ketuhanan. Dalam Islam Allah adalah Maha Ada, Maha Esa, dan Maha Kuasa. Tidak ada satupun selain Allah yang dapat menandingi keberadaan-Nya, keesaan-Nya dan kebesaran-Nya. Bagi seorang mukmin atau muslim yang baik, Allah selalu Maha Hadir pada dirinya sehingga mengontrol segala kata dan perbuatannya, serta melahirkan sikap dan kepribadian mulia (akhlaqul karimah).[10]
















BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.      Dengan Tauhid tidak saja manusia akan merdeka dan bebas, tetapi juga akan sadar bahwa kedudukannya itu sama dengan manusia manapun, dan yang membedakan satu dengan yang lain hanyalah tingkat ketakwaan kepada Allah SWT.
2.      Pada hakikatnya tauhid ini bukan hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar, karena apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, maka kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah akan muncul dengan sendirinya.
3.      Tauhid berfungsi sebagai pembimbimbing umat manusia untuk menemukan kembali jalan yang lurus seperti yang telah dilakukan para Nabi dan Rasul, karena jika diibaratkan sebuah pohon, tauhid adalah pokok akar untuk menemukan kembali jalan Allah, yang dapat membawa umat manusia kepada puncak segala kebaikan.
4.      Seorang manusia jangan sampai sekali-kali dalam menjalani suatu kehidupan memiliki sifat yang namanya syirik, karena perbuatan syirik itu merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT, yang memilili dampak buruk bagi pribadi maupun orang lain.

B.     Penutup
      Demikianlah yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan jujul makalah ini.
      Penulis banyak berharap pembaca yang budiman sudih memberikan kritik dan saran yang membengun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya.
      Semoga makalh ini berguna dan bermanfaat bagi penulis juga para pembaca yang budiman pada umumnya.




REFERENSI


Al-Marogi, Ahmad Mustofa. 1993. Tafsir Al-Maragi. Semarang: Toha Putra.

Asmuni, Muhamad Yusran. 1993. Ilmu Tauhid.Jakarta: Citra Niaga Rajawali Pres.

Departemen Agama RI. AlQuran dan Terjemahannya. Semarang: Toha Putra.

Khalis, Muhammad. 2007. Mu’tahim, Laa Tansa Ya.. Muslimin. Jakarta: Alifbata.
.
Syarobasyi, Ahamad.1997. Himpunan Fatwa.  Surabaya: Al Ikhlas.



     [1] Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi, Kitab Tauhid (terjemah), (Jakarta: Erlangga, 1973), hlm. 22.

     [2] Departemen Agama RI, AlQuran dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 1971), hlm. 1118.
     [3] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Toha Putra, 1993), hlm.463
     [5] Ahamad Syarobasyi, Himpunan Fatwa, (Surabaya: Al Ikhlas, 1997), hlm. 488-489.
     [6] Muhammad Khalis, Mu’tahim, Laa Tansa Ya.. Muslimin, (Jakarta: Alifbata, 2007), hlm. 56.
     [7] M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: citra Niaga Rajawali press, 1993), hlm.7.
     [8] Pokja , Tauhid.(Semarang: t.p, t.tt), hlm. 79.
     [9] Pokja, Ibid. hal 79-80
     [10] Iman Khan,www.parapemikir.com/indo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar