BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bila kita lihat tingkat
kehidupan binatang yang sederhana yaitu ulat dan penyu, tampaknya rasa tanggung
jawab terhadap anaknya tidak ada. Kedua binatang itu setelah bertelur
sepertinya tidak mau tahu dengan nasib telur-telurnya. Telur-telurnya apakah
menetas menjadi ulat dan penyu kecil tidak diperhatikannya. Tanggung jawabnya
hanya sampai bertelur, selanjutnya tanggung jawab menetaskan dan
pemeliharaannya diserahkan kepada alam. Kita lihat anak ulat itu langsung
dewasa dalam memulai hidupnya, ia melakukannya dengan sendiri. Ia mulai memakan
daun-daunan di tempat ia menetas dan dilanjutkan kepada daun-daun disampingnya.
Begitu seterusnya sampai ia dewasa. Tak berbeda dengan penyu kecil yang baru
menetas dari telur yang ditimbun pasir oleh induknya. Ia segera keluar dan
berjalan lalu berlari mencari air dan seterusnya sampai ia dewasa. Demikianlah
keadaan hidup binatang sesuai dengan tingkat kesederhanan hidupnya.
Pada makhluk manusia
yang memiliki tingkat kehidupan yang sempurna dan tinggi, maka akan ditemukan
kehidupan yang jauh berbeda. Rasa tanggung jawab akan terlihat lebih besar yang
ditanggung antara sang ayah dan ibu. Mulai dari masa mengandung, melahirkan, dan
menyiapakan. Mereka akan memelihara serta mendidik si anak hingga dewasa sampai
menikah. Bahkan setelah menikah, rasa tanggung jawab orang tua masih berlanjut
terhadap cucunya yang lahir dan keselamatan anaknya bahkan kadangkala sampai
mati. Namun demikian tampaknya ada juga sebagian kecil, bahkan seakan-akan
tidak ada. Misalnya ada orang tua yang sampai hati membunuh anaknya atau
memberikan kepada orang lain atau dijual anak tersebut yang mana hanya sekedar
untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah.
Manusia seperti ini
rasa tanggung jawab jasmaniahnya kecil, tapi bagi orang yang taat kepada ajaran
agamanya seperti umat islam rasa tanggung jawab ini lebih luas dan besar.
Dalam salah satu hadist yang berbunyi :
كُلُّكُمْ
رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ .روه البخاري.
Artinya
: Masing-masing kamu adalah pemimpim dan masing-masing kamu bertanggung jawab
atas orang-orang yang kamu pimpin. [1]
Sehubungan dengan tanggung jawab
pendidikan maka makalah yang ekstra sederhana ini akan mengupas tentang
kesuksesan dalam dunia pendidikan yang terbentuk atas adanya hubungan timbal-balik (kerja sama) antara keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
dengan adanya hubungan timbal-balik antara keluarga, sekolah, dan masyarakat
dapat mensukseskan pendidikan?
2. Mengapa
harus ada hubungan timbal-balik antara keluarga, sekolah, dan masyarakat?
3. Bagaimanakah
pengaruh timbal-balik antara keluarga, sekolah, dan masyarakat?
C.
Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui Apakah dengan adanya hubungan timbal-balik antara keluarga, sekolah,
dan masyarakat dapat mensukseskan
pendidikan ?
2. Untuk
mengetahui Mengapa harus ada hubungan timbal-balik antara keluarga, sekolah,
dan masyarakat ?
3. Untuk
mengetahui Bagaimanakah pengaruh timbal-balik antara keluarga, sekolah, dan
masyarakat ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan
pada lingkungan keluarga
Ditinjau
dari segi hukum perkawinan, bahwa anak yang dilahirkan dalam keluarga adalah
kepunyaan kedua orang tuanya, karena pergaulan dan kehidupan rumah tangga yang
mereka bina dan tegakkan. Secara hukum telah disahkan melalui ijab qobul yang
disaksikan oleh majlis perkawinan yang sengaja dilakukan, maka anak mereka
adalah tanggung jawab mereka. Orang luar secara hukum tidak dapat mencampuri
masalah intern mereka terkecuali dalam hal-hal tertentu misalnya adanya
penganiayaan, melainkan tanggung jawab kepada anak atau kejadian yang
membahayakan jiwa si anak. Mengenai hal ini diatur tersendiri dalm peraturan
perundang-undangan negara.
Sebenarnya
hakikat perkawinan ini dilihat dari segi kependidikan adalah kesadaran kedua
suami istri memikul rasa tanggung jawab bersama. Sebelum keduanya melakukan
pernikahan, tanggung jawab atas diri mereka berada pada kedua orang tua
masing-masing. Sebagai mana diketahui dalam hukum islam, bahwa tanggung jawab
adalah sejak anak masih dalam kandungan sampai mengawinkannya. Bila ia telah
dikawinkan maka secara hukum islam ia sudah dewasa dan semua tanggung jawab
berubah kepundaknya. Begitulah rasa tanggung jawab ini berlaku untuk semua
suami istri setelah melakukan perkawinan.
Menurut
Pasal UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa : perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagi suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga
yang bahagia dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Anak yang lahir
dari perkawinan ini adalah anak yang sah dan menjadi hak dan tanggung jawab
kedua orang tuanya memelihara dan mendidiknya dengan sebaik-baiknya. kewajiban
kedua orang tuanya mendidik anak ini terus berlanjut sampai ia dikawinkan atau
dapat berdiri sendiri. Bahkan menurut Pasal 45 Ayat 2 UU Perkawinan ini,
kewajiban dan tanggung jawab orang tua akan kembali apabila perkawinan antara
keduanya putus karena suatu hal. Maka anak ini kembali menjadi tanggung jawab
orang tua.[2]
Kewajiban
mendidik ini secara tegas dinyatakan Allah dalam surat At-tahrim ayat 6, sebagai berikut yang
artinya :
“ Wahai orang-orang
yang beriman, peliharalah diri dan keluaragamu dari api neraka”. (QS. At-tahrim : 6)[3]
Perkataan
Quran di sini adalah kata kerja perintah atau fill amar yaitu suatu kewajiban
yang harus ditunaikan oleh kedua orang tua terhadap anaknya. Kedua orang tua
adalah pendidik yang pertama dan utama bagi anaknya. Karena sebelum orang lain
mendidik anak ini, kedua orang tuanyalah yang mendidik terlebih dahulu. Dan
bila kita telah secara mendalam memang benar apabila tanggung jawab pendidikan
anak terletak di tangan kedua orang tuanya dan tidak dapat dipikulkan kepada
orang lain, kecuali apabila orang tua merasa tidak mampu melakukan sendiri,
maka bolehlah tanggung jawabnya diserahkan kepada orang lain misalnya dangan
cara disekolahkan.
Tanggung jawab pendidikan yang perlu
disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua terhadap anak antara lain sebagai
berikut :
1. Memelihara
dan membesarnya. Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk
dilaksanakan, karena anak memerlukan makan, minum, dan perawatan agar ia dapat
hidup secara berkelanjutan.
2. Melindungi
dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmani maupun rohani dari berbagai
gangguan penyakit atau bahkan bahaya lingkungan yang dapat membahayakannya.
3. Mendidiknya
dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya,
sehingga apabila ia telah dewasa ia mampu berdiri sendiri dan membantu orang
lain serta melaksanakan kekhalifahannya.
4. Membahagiakan
anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan agama sesuai dengan
ketentuan Allah sebagai tujuan akhir hidup muslim. Tanggung jawab ini
dikategorikan juga sebagai tanggung jawab kepada Allah.
Kesadaran akan
tanggung jawab mendidik dan membina anak secara terus-menerus perlu
dikembangkan setiap orang tua, mereka juga perlu dibekali teori-teori
pendidikan modern sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan demikian tingkat dan
kualitas materi pendidikan yang diberikan dapat digunakan anak untuk menghadapi
lingkungan yang selalu berubah. Bila hal ini dapat dilakukan oleh setiap orang
tua,maka generasi mendatang telah mempunyai kekuatan mental menghadapi perubahan
dalam masyarakat. Untuk dapat berbuat demikian, tentu saja orang tua perlu
meningkatkan ilmu dan keterampilannya sebagai pendidik pertama dan utama bagi
anak-anaknya. Upaya yang dapat ditempuh utuk meningkatkan kualitas diri orang
tua antara lain dengan cara belajar seumur hidup, sebagai mana diajarkan oleh
Nabi Muhammad SAW Yaitu belajar seumur hidup dan menuntut ilmu itu wajib bagi
setiap muslim dan muslimat tanpa kecuali. Agama islam selalu meningkatkan
pemeluknya agar generasi berikutnya memiliki kualitas yang lebih baik dari
generasi sebelumnya. Konsep pendidikan ini tampaknya telah dianut oleh bangsa Indonesia
sehinggan dimasukkan kedalam GBHN.[4]
Kerja sama untuk mendidik anak antara
suami dan istri sangat mutlak diperlukan. Bagi suami mempunyai kelebihan ilmu
dan keterampilan mendidik, harus mengajarkan kepada istrinya dan begitu pula
sebaliknya. Dengan demikisn antara suami dan istri saling menutup kelemahannya.
Cara mendidik anak dengan menyerahkan sepenuhnya kepada istri rasanya tidak
tepat lagi, mengingat tugas dan tanggung jawab istri dalam kelurga sekarang tampaknya
semakin berat. Apalagi bagi keluarga yang kedua harus bekerja di luar rumah,
sedang di rumah tidak ada pembantu atau nenek atau kakeknya, sehingga jenis
keluarga ini menjadi keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan
anak-anaknya. Keluarga inti atau keluarga batih ini, di daerah perkotaan
cenderung meningkat terutama di lingkungan pegawai negeri yang mengotrak rumah
atau tinggal di rumah susun.
Anak sebagai manusia kecil yang sedang
menuju ke arah perkembangan yang sempurna, tidak luput dari beberapa tingkah
laku dan sikapnya yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga. Gangguan
akibat pertumbuhan dan perkembangan ini adalah wajar, namun perlu diwaspadai
dan diketahui agar tidak merugikan perkembangan atau hubungann kekeluargaan.
Beberapa sifat dan sikap yang mungkin muncul
itu antara lain dikemukakan oleh Dr. Sis Heyster dalam bukunya Ilmu
Jiwa Anak dan Masa Muda dan juga oleh Crijn dan Reksosiswojo dalam
pengantar praktek pengajaran dan pendidikan sebagai berikut : keras hati, keras
kepala, manja, perasaan takut, dusta , agresif (menyerang anak lain), cepat
merajuk, berkata gagap, ingin menang sendiri, menyembunyikan milik teman
sendiri dan diakui kepunyaannya, fantasi dan gangguan anak yang disebut infant
terrible. Di
bawah ini di bicarakan beberapa buah saja, yaitu dusta, gagap, dan infant
terrible.
a.
Dusta
Dusta atau bohong , hampir ditampilkan oleh semua
anak dalam masa perkembangannya.
Dusta
ini ada yang disebut dusta sebenarnya dan ada pula dusta semu.
Dusta sebenarnya adalah
perkataan bohong yang sengaja dilakukan untuk sesuatu keuntungan tertetu dengan
sengaja merugikan orang lain.
Dusta
semu atau dusta tidak sebenarnya adalah dusta karena tidak mampu membela diri
atau menyatakan dengan sebenarnya rasa ketakutannya.
b. Gagap
Gagap adalah ucapan yang dikeluarkan tidak lancar
dan cenderung diulang-ulang dalam cara tertentu .
c. Infant
terrible
Infant terrible adalah gangguan anak-anak untuk
memahami kasus-kasus yang dapat mempengaruhi
pemikiran buruk dari perkataan orang tua yang tanpa disadari orang tua
perilakunya menjadikan anak menjadi punya pemikiran buruk.[5]
B. Pembinaan dan Tanggung Jawab
Pendidikan Sekolah
Pembinaan
pendidikan yang dilakukan kepada anak dalam lingkungan keluaraga akan membentuk
sikap, tingkah laku, cara merasa, dan mereaksi anak terhadap lingkungannya .
Untuk
dapat memahami usaha pembinaan dan rasa tanggung jawab pendidikan yang
dilakukan oleh sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, ada baiknya dikemukakan
pengertian yang berkaitan dengan pendidikan informal, formal, dan nonformal.
Dalam
buku Administrasi Pendidikan karangan
Dr. Hadari Nawawi dikatakan sebagai berikut :
Pendidikan formal
adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, berencana,
terarah, dan sistematis melalui suatu lembaga pendidikan yang disebut sekolah .
Pendidikan informal
adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, tetapi tidak
berencana, dan tidak sistematis di luar lingkungan keluarga.
Pendidikan nonformal
adalah pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja dan berencana tetapi
tidak sistematis di luar lingkungan keluarga dan sekolah.
Semua
usaha yang diselenggarakan oleh ketiga lembaga pendidikan di atas, tertuju
kepada suatu tujuan umum, yaitu untuk membentuk peserta didik mencapai
kedewasaannya, sehingga ia mampu berdiri sendiri di dalam masyarakat sesuai
dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungan masyarakat. Dengan demikian
semua usaha pendidikan membantu perkembangan dirinya.
Menurut
Pasal 9 Ayat 2 UU Sistem Pendidikan Nasional yang diundangkan pada tanggal 27
Maret No 2 Tahun 1989 dinyatakan, bahwa satuan pendidikan yang disebut sekolah
merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan. Tanggung
jawab sekolah sebagai lembaga pendidikan formal didasarkan atas tiga faktor :
1.
Tanggung jawab formal
Kelembagaan
pendidikan sesuai dengan fungsi, tegasnya dan mencapai tujuan pendidikan
menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Tanggung jawab keilmuan
Berdasarkan
bentuk,isi, tujuan dan tingkat pendidikan yang dipercaya kepadanya oleh
masyarakat sebagaimana tertuang dalam Pasal 13, 15, dan 16 Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional.
3.
Tanggung jawab fungsional
Tanggung
jawab yang diterima sebagai pengelola fungsional dalam melaksanakan pendidikan
oleh para pendidik yang diserahi kepercayaan dan tanggung jawab melaksanakan
berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagai limpahan wewenang
dan kepercayaan serta tanggung jawab yang diberikan orang tua kepada peserta
didik. Pelaksanaan tugas tanggung jawab yang dilakukan oleh para pendidik
profesional ini didasarkan atas program yang telah terstruktur.[6]
C. Pembinaan dan Tanggung Jawab oleh
Masyarakat
Masyarakat
dari segi sosiologi adalah sekumpulan manusia yang bertempat tinggal dalam suatu
kawasan dan saling berinteraksi sesamanya untuk mencapai tujuan. Secara
kualitatif dan kuantitatif anggota masyarakat terdiri dari berbagai ragam
pendidikan, profesi, keahlian, bangsa, suku, kebudayaan, agama, lapisan sosial
sehigga menjadi masyarakat yang plural. Secara makro memang demikianlah
kenyataan masyaraakt karena terdiri dari berbagai keluarga yanga yang
heterogen. Setiap anggota masyarakat secara tidak langsung telah mengadakan
kerja sama dan saling mempengaruhi untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai
tujuannya. Demikianlah dinamiaka berjalan sejak dahulu sampai sekarang dan
seterusnya.
Mereka
secara fungsional dan struktural di lingkungan masing-masing bertanggung jawab
terhadap perilaku dan tingkah laku warganya secara konsepsional pendidikan oleh
kedua jenis pemimpim masyarakat ini antara lain adalah mengawasi, menyalurkan,
membina, dan meningkatkan kualitas anggotanya. Dengan demikian aktivitas
masing-masing anggota masyarakat berjalan menurut fungsinya dalam mewujudkan
masyarakat yang damai.
D. Pembinaan Kerja Sama antara Orang
Tua , Sekolah, dan Masyarakat
Setelah kita melihat
ketiga macam tanggung jawab dan pembinaan pendidikan yang dilakukan oleh orang
tua, sekolah, dan masyarakat, tampaknya ada kesaaman rasa tanggung jawab yang
dipikul oleh ketiga macam lingkungan pendidikan ini. Mereka secara tidak
langsung telah mengadakan kerja sama yang erat di dalam praktek pendidikan.
Kerja sama yang erat itu tampak dari hal-hal berikut. Orang tua anak meletakkan
dasar-dasar pendidikan di rumah tangga, terutama dalam segi pembentukan
kepribadian, nilai-nilai luhur moral dan agama sejak kelahirannya.
Di
bawah ini kita lakukan kerja sama timbal balik antara ketiga lingkungan pendidikan
untuk mengembangkan diri anak.
Keterangan :
1. Lingkaran
adalah hasil kerja sama ketiga lingkungan yang menggelindingkan hasilnya ke arah
mencapai tujuan yang dikehendaki bersama.
2. T
adalah tujuan bersama yang hendak dicapai yaitu tujuan lengkap dan ideal dan
disebut juga tujuan jauh (sempurna).
3. Garis
putus-putus menerangkan bahwa masing-masing lingkungan ingin menjadikan anak
didik menjadi anggota masyarakat yang baik. Hasil kerja sama ketiga lingkungan
ini menghasilkan lingkaran besar yang mudah menggelindigkan (bergulir) ke arah
yang dikehendaki bersama (T).
4. Anak
berada di posisi sentral yang menjadi pusat lingkungan untuk dipengaruhi
melalui pendidikan.
5. Segitiga
merupakan perpaduan kerja sama yang erat ketiga macam lingkungan yang mempunyai
tujuan yang sama pada angka 3 di atas.
Dari
lukisan di atas dapat kita lihat betapa eratnya karja sama yang terpadu dari
ketiga macam lingkungan pendidikan untuk membawa anak kepada tujuan bersama,
yaitu membentuk anak menjadi anggota masyarakat yang baik untuk bangsa, negara,
dan agama. Bila masing-masing lingkungan bisa berbuat yang sama, maka tujuan
nasional akan tercapai. Oleh masing-masing lingkungan dengan kelebihan
masing-masing mencoba mengaktualisasikan atau menjadikan fitrah yang beraneka
ragam dalam diri anak menjadi kenyataan melalui penyediaan lingkungan yang
kaya, ketiga macam lingkungan pendidikan yang sama erat ini disebut oleh Ki
Hajar Dewantoro, sebagai tri pusat lingkungan pendidikan atau tri konsentrasi
(trion). [7]
E.
Pengaruh
Timbal Balik Antara Sekolah dan Msyarakat
1.
Pengaruh Sekolah terhadap Masyarakat
Sekolah merupakan salah
satu lembaga masyarakat. Di dalamnya terdapat reaksi dan interaksi antar
warganya. Warga sekolah tersebut adalah guru, murid, tenaga administrasi
sekolah serta petugas sekolah lainnya. Sebagai salah satu lembaga masyarakat
maka untuk dapat menjalankan tugasnya sekolah perlu memperhatikan dan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a.
Menyesuaikan
kurikulum sekolah dengan kebutuhan masyarakat.
b.
Metode yang
digunakan harus mampu merangsang murid untuk lebih mengenal kehidupan riil
dalam masyarakat.
c.
Menumbuhkan
sikap pada murid untuk belajar dan bekerja dari kehidupan sekitarnya.
d.
Sekolah harus
selalu berintegrasi dengan kehidupan masyarakat, sehingga kebutuhan kedua belah
pihak akan terpenuhi.
e.
Sekolah
seharusnya dapat mengembangkan masyarakat dengan cara mengadakan pembaharuan
tata kehidupan.
Dalam mengemban fungsi sekolah sebagai lembaga
pengembangan masyarakat, guru mempunyai peranan yang cukup penting selain
sebagai pengajar di sekolahan ia juga sebagai pemimpin masyarakat baik
masyarakat luar sekolah maupun masyarakat dalam sekolah.
Pengaruh sekolah terhadap masyarakat pada dasarnya
tergantung kepada luas-tidaknya produk serta kualitas dari produk sekolah itu
sendiri. Semakin luas sebaran produk sekolah ditengah-tengah masyarakat;
lebih-lebih bila diikuti dengan tingkatan kualitas yang memadai, tentu produk
persekolahan tersebut membawa pengaruh positif dan berarti bagi perkembangan masyarakat
bersangkutan. Setidak-tidaknya ada empat yang bisa diperankan oleh sekolah terhadap
perkembangan masyarakat.
Keempat pengaruh tersebut adalah :
1)
Mencerdaskan
kehidupan masyarakat.
Kecerdasan masyarakat dapat dikembangkan melalui pendidikan
baik pendidikan formal maupun non formal bahkan informal. Sekolah sebagai
pelaksana pendidikan dalam hal ini memegang peran penting karena programnya
lebih mantap dan baku
dibanding lembaga pendidikan lainnya. Tingkat kecerdasan masyarakat dan
peradapan ekonomi sosial sangat membantu sekolah dalam mewujudkan masyarakat
yang lebih cerdas. Tingkat kecerdasan masyarakat akan sangat menentukan dalam
menghadapi tantangan.
2)
Membawa virus
pembaruan bagi perkembangan masyarakat.
Program pendidikan di sekolahan juga mengupayakan terjadinya
transformasi pengetahuan, pemikiran dan adanya inovasi bagi perkembangan
masyarakat luas. Kualitas hidup masyarakat meningakat bila mereka tidak statis
melainkan dinamis bermunculan adanya pembaharuan dan penemuan-penemuan yang
dapat terjadi di masyarakat maupun sekolah. Namun sudah menjadi tugas dan
kewajiban sekolah untuk menyebarluaskan hasil penemuan dan pembaharuan
tersebut.
3)
Melahirkan warga
masyarakat yang siap dan terbekali bagi kepentingan kerja di lingkungan masyarakat.
Untuk terjun ke
lapangan pekerjaan diperlukan bekal matang, pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Sekolah tidak dapat terlepas dari tugas pembekalan hal tersebut. Hal ini
tercermin dalam isi kurikulum pada masing-masing lebaga pendidikan (sekolah).
Sekolah kejuruan lebih tegas batas spesialisasinya dalam membekali para
muridnya dan lebih menekankan pada skill tertentu misalnya STM pada
keterampilan tehnik, SMEA Pada keterampilan di bidang ekonomi administrasi,
SMKK pada kerumahtanggaan.
4)
Melahirkan
sikap-sikap positif dan konstruktif bagi warga masyarakat, sehingga tercipta
integrasi sosial yang harmonis ditengah-tengah masyarakat.
Sikap positif dan konstruktif sungguh sangat didambakan oleh
masyarakat, dan sekolah telah membekali murid-muridnya sejak pendidikan dasar
sampai perguruan tinggi lawat pendidikan agama, pendidikan moral pancasila,
maupun dalam bidang studi lain. Kesadaran hidup bernegara, persatuan dan
kesatuan, serta loyalitas warga negara terhadap nusa dan bangsanya secara
bertahap ditanamkan pada hati sanubari murid-muridnya sehingga sikap positif dan
konstuktif bagi masyarakat dapat terwujud.
Di dalam Tap MPR No.
IV/MPR/1978 ditegaskan bahwa pendidikan berdasar atas pancasila dan bertujuan :
a)
Meningkatan:
o Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
o Kecerdasan
o Keterampilan
b)
Mempertinggi
budi pekerti
c)
Memperkuat
kepribadian
d)
Mempertebal
semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang
dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa.
2.
Pengaruh Masyarakat terhadap Sekolah
Selain masyarakat selalu
tumbuh dan berkembang, ia memiliki identitas atau karakter tersendiri sesuai
dengan sosial budaya dan latar belakang sosial ekonominya. Identitas dan
perkembangan masyarakat tersebut sedikit banyak akan terpengaruh terhadap
sekolah. Pengaruh tersebut baik dalam orientasi dan tujuan pendidikan maupun
proses pendidikan itu sendiri.
Dengan demikian dapat
disimpulkan pengaruh peranan masyarakat terhadap sekolah :
a)
Sebagai arah
dalam menentukan tujuan
b)
Sebagai masukan
dalam menentukan proses belajar mengajar
c)
Sebagai sumber
belajar
d)
Sebagai pemberi
dana dan fasilitasi lainnya
e)
Sebagai
labolatorium guna pengembangan dan penelitian sekolah.
Peranan masyarakat terhadap sekolah antara lain
terutama dalam :
1)
Pengawasan; Masyarakat
terlibat juga dalam pengawasan terhadap sekolah (social control). Pengawasan
ini terhadap segala gerak-gerik sekolah selaku lembaga pendidikan. Pengawasan
dapat secara langsung atau lewat Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3)
atau lewat media massa ;
demikian juga masukan hasil pengawasan.
2)
Bantuan-bantuan
yang berupa pembiayaan sekolah (gedung, sarana, dan prasarana) lewat BP3 atau
secara langsung perorangan/ kelompok.
3)
Penyediaan tempat
untuk mendirikan sekolah atau lapangan sekolah dan lain-lain yang diperlukan
sekoah.
4)
Penyediaan
narasumber (resorce person).
5)
Masyarakat
sebagai laboratorium atau sumber belajar yang sangat membantu proses belajar
mengajar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak
sebagai makhluk sosial dilahirkan dalam ketidak berdayaan. Lingkungan keluarga
yang memotori oleh ayah dan ibu adalah dua orang pertama dan utama, maka peran
keduanya sangat dominan dalam diri anak dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan
yang mewarnai kehidupan seseorang sepanjang hayatnya.
Mengingat
berbagai keterbatasan kedua orang tua maka tanggung jawab pendidikan sebagian
dipercayakan kepada sekolah. Sekolah sebagai lembaga formal (resmi). Menerima
limpahan tanggung jawab ini secara sadar dan menunaikannya secara sengaja,
berencana, dan sistematis.
Kewibawaan
pendidikan diperlukan oleh sekolah, agar peserta didik mematuhi dan
melaksanakan beberapa peraturan yang ada. Maka untuk menegakkan kewibawaan
pendididkan diperlukan kerja sama terpadu dari keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
Masyarakat sebagai lingkungan
pendidikan ketiga berperan mengawasi, mengarahakan dan memantapkan pendidikan
yang telah diterimanya dari orang tua
dan sekolah. Dalam masyarakatlah ia akan menemukan kedewasaannya yang sebenarnya
melalui pengalaman ilmu, berketerampilan dan pengalaman yang beraneka ragam.
Mengingat
pentingnya hubungan timbal balik antara
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Maka penting untuk direalisasikan dengan
berbagai bentuk dan cara pelaksanaannya
guna mencerdaskan anak bangsa.
B.
Saran
Anak
merupakan kader generasi bangsa masa depan. Anak harus dibekali ilmu
pengetahuan, keterampilan, cakrawala yang komprehensif. Diharapkan anak ketika
dewasa dia dapat menjadi orang yang berguna dan diterima di dalam masyarakat,
oleh karena itu diharapkan juga pada era modern ini ada pengaruh timbal balik
antara keluarga, sekolah, dan masyarakat sehinggatercipta anak yang baik dan
benar dalam masalah bidang apapun.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin,
Prof.H.M,M.Ed. dan Rasyad, Aminuddin, Dr.H. Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam. 1998.
Departemen
Agama. Al-Quan dan Terjemahannya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemahan Al-Quran.
1985.
Idris,
Prof.H.MA. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Angkasa Raya.1987.
Ihsan,Drs.H.Fuad.
Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2008
Rosyi
dan Moeslihatun. Dasar-Dasar Psikologi dalam Pendidikan. Surabaya: Bulan Bintang. 1981.
UU
No. 2 Tahun 1985. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Kreasi Jaya. 1989.
UU
No. 2 Tahun 1989. Sistem Pendidikan Nasional. Jakrta: Departemen Penerangan.1990.
[5]
Rosyi dan Moeslihatuen, Dasar-dasar
Psikologi dalam Pendidikan, (Surabaya: Bulan Bintang, 1981), hlm. 178
[6]
UU Nomor 2 Tahun 1989, Sistem Pendidikan
Nasional, (Jakarta: Departemen Penerangan,1990), hlm. 63
[7]
Drs.H.Fuad Ihsan, Dasar-dasar
Kependidikan,cet.kelima (Jakarta :
Rineka Cipta, 2008), hlm. 84-93
Tidak ada komentar:
Posting Komentar